Pages

Senin, 04 November 2013

Makalah Aspek Legal Keperawatan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
Tanggal 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, momentum tersebut akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat. Indonesia, Laos dan Vietnam adalah tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dari negara-negara Asia, terutama lemahnya regulasi praktik keperawatan, yang berdampak pada sulitnya menembus globalisasi. Perawat kita sulit memasuki dan mendapat pengakuan dari negara lain, sementara mereka akan mudah masuk ke negara kita.
Masih perlukah kita mempertanyakan lagi, apakah harus ada Undang Undang Praktik Keperawatan di bumi pertiwi ini? Jawaban dari pertanyaan yang amat mendasar, apakah masyarakat Indonesia mempunyai hak untuk menerima pelayanan keperawatan yang bermutu, adalah jawaban untuk memastikan bahwa Undang Undang Praktik Keperawatan, terlalu terlambat untuk disahkan, apalagi untuk dipertanyakan. Sementara negara negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu.Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih lebih lagi siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain.

1.2.   Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan legislasi keperawatan?
2.      Apa yang menjadi beberapa masalah hukum dan praktek keperawatan?
3.      Bagaimana undang-undang yang berkaitan dengan praktek keperawatan?
4.      Bagaimana perlindungan hukum untuk keperawatan?
5.      Bagaimana mencegah masalah hukum?
6.      Apa yang dimaksud dengan regulasi praktek keperawatan ?
1.3.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui tentang legislasi keperawatan
2.      Untuk mengetahui tentang beberapa masalah hukum dan praktek keperawatan
3.      Untuk mengetahui tentang undang-undang yang berkaitan dengan praktek keperawatan
4.      Untuk mengetahui tentang perlindungan hukum untuk keperawatan
5.      Untuk mengetahui tentang mencegah masalah hukum
6.      Untuk mengetahui tentang regulasi praktek keperawatan




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Legislasi Keperawatan
2.1.1.    Pengertian
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik keperawatan (Sand,Robbles1981).
2.1.2.    Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
1.      Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
2.      Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system keperawatan.
3.      Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai ketetapan.
4.      Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.
2.1.3.    Fungsi legislasi keperawatan
1.      Memberi perlindungan  kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
2.      Memelihara  kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3.      Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
4.      Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5.      Memotivasi pengembangan profesi.
6.      Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
2.1.4.    Mekanisme Legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi) yang diakui, tertuang dalam ijazah dan sertifikat.
Legislasi keperawtan mencakup 3 komponen yaitu registrasi, sertifikasi, dan lisensi atau akreditasi :
1.      Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun. Dalam masa transisi professional keperawatan di Indonesia, sistem pemberian izin praktik dan registrasi sudah saatnya segera diwujudkan untuk semua perawat baik bagi lulusan SPK, akademi, sarjana keperawatan maupun program master keperawatan dengan lingkup praktik sesuai dengan kompetensi masing-masing.
2.      Sertifikasi
Sertifikasi merupakan proses pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi tertentu seperti kesehatan ibu dan anak, pediatric, kesehatan mental, gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah diterapkan di Amerika Serikat. Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun demikian tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.
3.      Lisensi atau Akreditasi
Akreditasi merupakan suatu proses pengukuran dan pemberian status akreditasi kepada institusi, program atau pelayanan yang dilakukan oleh organisasi atau badan pemerintah tertentu. Hal-hal yang diukur meliputi struktur, proses dan kriteria hasil. Pendidikan keperawatan pada waktu tertentu dilakukan penilaian/pengukuran untuk pendidikan D III keperawatan dan sekolah perawat kesehatan dikoordinator oleh Pusat Diknakes sedangkan untuk jenjang S 1 oleh Dikti. Pengukuran rumah sakit dilakukan dengan suatu sistem akrteditasi rumah sakit yang sampai saat ini terus dikembangkan.
Semua mekanisme tentang proses legislasi profesi perawat tersebut sudah sangat jelas tercantum dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001



2.2.   Beberapa Masalah Hukum dan Praktek Keperawatan
Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini meliputi :
2.2.1.    Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
2.2.2.    Menandatangani Pernyataan Hukum
Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk sebagai saksi. Dalam hal ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat diinterprestasikan menghilangkan pengaruh. Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
2.2.3.    Informed Consent
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan format persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format persetujuan operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya berperan sebagai saksi. Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta resikonya.
2.2.4.    Insident Report
Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang mengenai pasien, pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat harus segera membuat suatu laporan tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu melakuakan pengobatan, kesalahan memberikan obat dan lain-lain. Dalam setiap kecelakaan, maka dokter harus segera diberi tahu.
Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencatatan incident report antara lain :
a.              Tulis kejadian sesuai apa adanya
b.             Tulis tindakan yang anda lakukan
c.              Tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas
d.             Sebutkan waktu kejadian ditemukan
2.2.5.    Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan merupakan salah satu komponen yang penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya keterampilan anda dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi tida lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan. Setiap selesai melakukan suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat secara jelas tindkan yang dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan serta mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda tangan yang memberikan tindakan.
2.2.6.    Pengawasan Penggunaan Obat
Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan obat. Obat ada yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang dibeli harus dengan resep dokter. Obat-obat tersebut misalnya narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan terkunci dan hanya orang-orang yang berwenang yang dapat mengeluarkannya. Untuk secara hukum hanya dapat diterima dalam pengeluaran dan penggunaan obat golongan nartkotik ini, perawat harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan yang benar.
2.2.7.    Abortus dan Kehamilan di Luar Secara Alami
Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi sehingga fetus tidak mempunya kekuatan untuk bertahan hidup. Abortus merupakan tindakan pemusnahan yang melanggar hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum masa lahir secara alami.
Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah diajukan baik yang menyetujui maupun yang menentang. Factor-faktor yang mendorong abortus antara lain karena :
a.              Pemerkosaan
b.             Pria tidak bertanggung jawab
c.               Demi kesehatan mental
d.              Kesehatan tubuh
e.               Tidak mampu merawat bayi
f.              Usia remaja
g.             Masih sekolah
h.             Ekonomi
Aborsi di indonesia dilarang lewat undang-undang (UU) RI nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan juga untuk kalangan muslim lewat fatwa majelis ulama indonesia (MUI) nomor 4 tahun 2005. (tetapi fatwa membolehkan aborsi dalam keadaan darurat di mana nyawa ibu terancam).
2.2.8.    Kematian dan Masalah Terkait
Masalah hukum yang berkaitan denagn kematian antara lain meliputi pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi dan donor organ. Kematian dinyatakan oleh dokter dan ditulis secara sah dalam surat pernyataan kematian. Surat pernyataan ini biasanya dibuat beberapa rangkap dan keluarga mendapat satu lembar untuk digunakan sebagai dasar pemberitahuan kepada kerabat serta keperluan ansuransi. Pada keadaan tertentu misalnya untuk keperluan keperluan peradilan, dapat dilakukan bedah mayat pada orang yang telah meninggal.

2.3.   Undang-undang yang Berkaitan dengan Praktek Keperawatan
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya Undang-Undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus pendidikan tinggi merasa prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki. UU dan peraturan lainnya yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktek keperawatan :
a.              UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
b.             UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
c.              UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib keja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu diperhatikan dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
d.             SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan (termasuk bidan) dan paramedic non keperawata. Dari aspek hukum, sartu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori tenaga keperawatan.
e.              Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing care.
f.              SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4 Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I Keperawatan.
System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya
g.             UU kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU praaktik keperawatan adalah :
1)        Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
2)         Pasal 53 ayat I
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesui dengan profesinya.
3)        Pasal 53 ayat 2
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

h.             KepMenKes No.1239/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan
1)        Pasal 8
(a).  Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan atau kelompok.
(b). Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK.
(c).  Perawat dalam melaksanakan praktik perorangan / berkelompok harus memiliki SIIP.
2)        Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk :
(a).    Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
(b).   Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
(c).    Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimanadimaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standart asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(d).   Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter
3)        Pasal 17
Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi.
4)        Pasal 20
(a).    Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang / pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
(b).   Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (a) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

2.4.   Perlindungan Hukum untuk Keperawatan
Di Indonesia, dengan telah terbitnya UU kesehatan No.23 tahun 1992 memberikan suatu jalan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah termasuk disini UU yang mengatur praktik keperawatan dan perlindungan dari tuntunan malpraktik. Di berbagai negara maju dimana tuntutan malpraktik terhadap tenaga professional semakin meningkat jumlahnya, maka berbagai area pelayanan kesehatan telah melindungi para tenaga kesehatan termasuk perawat dengan asuransi liabilitas atau asuransi malpraktik. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang asuransi malpraktik juga perlu dipertimbangkan bagi semua tenaga kesehatan termasuk perawat di Indonesia.

2.5.   Mencegah Masalah Hukum
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.
Dibawah ini akan dibahas beberapa hal yang dapat dilakukan perawat yang merupakan nurse defender terhadap masalah hukum :
a.              Ketahui hukum atau UU yang mengatur praktik anda.
b.             Jangan melakukAn apapun yang anda tidak tahu bagaimana melakukannya (bila perlu, pelajarilah caranya).
c.              Pertahankan kompetisi praktik anda, penting mengikuti pendidikan keperawatan berkelanjutan.
d.             Sebagai penuntut untuk meningkatkan praktik, mendapatkan kritik, dan kesenjangan pengetahuan/keterampilan, lakukan pengkajian diri, evaluasi kelompok, audit dan evaluasi dari supervisor.
e.              Jangan ceroboh dalam melakukan praktik keperawatan.
f.              Tetap perhatian pada pasien dan keluarganya.
g.             Sering berkomunikasi dengan orang lain, jangan menutup diri.
h.             Catat secara akurat, objektif dan lengkap, jangan dihapus.
i.               Delegasikan secara aman dan absah, ketahui persiapan dan kemampuan orang-orang dibawah pengawasan anda.
j.               Bantu pengembangan kebijakan dan prosedur (dalam badan hukum).
k.             Ikuti asuransi malpraktik, jika saat ini tersedia.



2.6.   Regulasi dalam Praktek Keperawatan
2.6.1.    Latar Belakang Regulasi
Agar melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam UU praktik keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yan mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar. Masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integrar dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastianhukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
2.6.2.    Tujuan Regulasi
Adapun tujuan dari regulasi adalah sebagai berikut :
a.              Agar perawat semakin profesional dan proporsional sesuai dengan tanggung jawab yang harus dipenuhi.
b.             Diharapkan tidak terjadi adanya overlap.
c.              Menghindari terjadi malpraktik yang kemungkinan dapat terjadi.
d.             Meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang.
2.6.3.    Komponen Regulasi
Pertama, keperawatan sebagai profesi memiliki karakteristik yaitu adanya kelompok pengetahuan (body of Knowledge) yang melandasi keperampilan untuk menyelesaikan masalahg dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standard an diselenggarakan diperguruan tinggi; pengendalian terhadap stndar praktik; bertanggung jawab dan bertangguang gugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup; dan memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan system klien (individu, keluarga, kelompok dan komunitas).
Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu system pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menurut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur system registarasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan denga nperaturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena konsil keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam UU praktik keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenagan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratakan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Ketiga, perawat telah memberikan konstibusi besar dalam meningkatkan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari layanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberioan perlindungan hukum, bahkan cendrung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan professional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur, dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, UU ini memiliki tujuan lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesioan (WHO, 2002).
Keempat, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigm dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medical yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigm sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperaweatan yang bermutu sebagai bagian yang integrar dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.





BAB 3
PENUTUP

3.1.   Kesimpulan
Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik keperawatan.Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.
Konsil keperawatan bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme pendisiplinan).RUU Praktik Perawat, selain mengatur kualifikasi dan kompetensi serta pengakuan profesi perawat, kesejahteraan perawat, juga diharapkan dapat lebih menjamin perlindungan kepada pemberi dan penerima layanan kesehatan di Indonesia.

3.2.   Saran

Dalam prakteknya perawat dituntut untuk tanggap dalam memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan dan kompleks, memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah keperawatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien, memberikan pelayanan keperawatan disarana kesehatan dan tatanan lainnya, memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat, melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter. Untuk menunjang kegiatan tersebut seorang perawat diharapkan terdaftar pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah.