BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi
yang disebabkan oleh kekurangan vitamin K atau dikenal dengan Vitamin K
Deficiency Bleeding (VKDB/PDVK). Patofisiologinya adalah Vitamin K
diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks
protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan
(menghambat proses pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi
faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif. Diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
HDN/PDVK dini, HDN/PDVK klasik, dan HDN/PDVK lambat atau acquired
prothrombin complex deficiency (APCD) Secondary prothrombin complex (PC)
deficiency. yang tidak mendapat vitamin K profilaksis.
Di Amerika Serikat, frekuensi PDVK yang dilaporkan bervariasi antara
0,25-1,7%. Angka kejadian PDVK ditemukan lebih tinggi pada daerah-daerah yang
tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.
Survei di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% di
antaranya ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial, sedangkan di Thailand
angka PDVK adalah 1:1.200 bayi.10 Angka kejadian pada kedua negara ini menurun
setelah diperkenalkannya pemberian vitamin K profilaksis pada semua bayi baru
lahir.
Angka kejadian perdarahan intrakranial karena PDVK di Thailand
dilaporkan sebanyak 82% atau 524 kasus dari 641 penderita PDVK, sedangkan di
Inggris 10 kasus dari 27 penderita atau sebesar 37%. Sedangkan di India angka
kejadian PDVK dilaporkan sebanyak 1 kasus tiap 14.000 bayi yang tidak mendapat
vitamin K profilaksis saat lahir.
Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1990-2000 terdapat 21 kasus
PDVK. Tujuh belas kasus (81%) mengalami komplikasi perdarahan intrakranial
dengan angka kematian 19% (Catatan Medik IKA-RSCM tahun 2000).
PDVK dibedakan dengan gangguan hemostasis lain misalnya gangguan fungsi
hati. Pencegahan PDVK Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin
K Profilaksis, Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per
oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun.
Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis vitamin
K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum
melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang 24 jam
kemudian. Pengobatan PDVK Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama
1-3 hari Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dari PDVK ?
2.
Apakah Sebab – sebab
terjadinya PDVK ?
3.
Bagaimana Proses
terjadinya PDVK ?
4.
Bagaimanakah
Manifestasi klinis dan Komplikasi dari PDVK ?
5.
Bagaimanakah
Pemeriksaan diagnostik untuk PDVK ?
6.
Bagimanakah
penatalaksanaan secara medis untuk PDVK ?
7.
Bagaimanakah Asuhan
Keperawatan yang sebaiknya dilakukan untuk PDVK ?
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Menjelaskan pengertian dari PDVK
2.
Untuk mengetahui Sebab
– sebab terjadinya PDVK
3.
Menjelaskan Proses terjadinya PDVK
4.
Dapat mengetahui Manifestasi klinis dan Komplikasi dari PDVK
5.
Dapat menjelaskan
Pemeriksaan diagnostik untuk PDVK
6.
Dapat mengetahui penatalaksanaan secara medis untuk PDVK
7.
Dapat memahami dan
menerapkan Asuhan Keperawatan yang sebaiknya dilakukan untuk PDVK
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penegertian
Perdarahan Devisiensi Vitamin K(PDVK) adalah terjadinya perdarahan
spontan atau perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau
operasi yang disebabkan karena berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan aktivitas faktor
koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah
trombosit masih dalam batas normal (Sutor dkk 1999). Hal ini dibuktikan bahwa
kelainan tersebut akan segera membaik dengan pemberian vitamin K dan setelah
sebab koagulopati lain disingkirkan.
2.2 Klasifikasi
PDVK dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat
kelainan tersebut bermanifestasi (Sutor dkk 1999, Von Kries 1999).
1.
Early VKDB (PDVK dini), timbul
pada hari pertama kehidupan. Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi
pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme
vitamin K. Insidens yang dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat
suplementasi vitamin K adalah antara 6-12% (tinjauan oleh Sutor dkk 1999).
2.
Classical VKDB (PDVK klasik),
timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah lahir dan lebih sering terjadi pada bayi
yang kondisinya tidak optimal pada waktu lahir atau yang terlambat mendapatkan
suplementasi makanan. Insidens dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44%
kelahiran. Tidak adanya angka rata-rata kejadian PDVK klasik yang pasti karena
jarang ditemukan kriteria diagnosis yang menyeluruh.
3.
Late VKDB (PDVK lambat), timbul
pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah lahir, sebagian besar timbul pada umur 1
sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari pasien ini mempunyai kelainan hati
sebagai penyakit dasar atau kelainan malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang
serius timbul pada 30-50%. Pada bayi berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda
penyakit hati atau kolestasis seperti ikterus yang memanjang, warna feses
pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-rata kejadian PDVK pada bayi yang
tidak mendapatkan profilaksis vitamin K adalah 5-20 per 100.000 kelahiran
dengan angka mortalitas sebesar 30% (Loughnan dan McDougall 1993).
2.3 Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama
kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K
seperti, obat antikoagulan oral (warfarin), obat-obat antikonvulsan (fenobarbital,
fenitoin, karbamazepin), obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin), sintesis
vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada
bayi kurang bulan), gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin
K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki
kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu
sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L).
Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan
diare kronik.
2.4 Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang
berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan
antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan
M yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah.
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
1.
Vitamin K1 (phytomenadione),
tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada saat ini adalah cremophor dan vitamin
K mixed micelles (KMM).
2.
Vitamin K2 (menaquinone)
disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan beberapa
strain E. coli.
3.
Vitamin K3 (menadione) merupakan
vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan pada neonatus karena
dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K
dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik
terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan
bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah
kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari
makanan.
Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai
alasan, antara lain simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya
perpindahan vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan
sterilitas saluran cerna. Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran
mukosa, saluran cerna, sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu perdarahan dapat
berupa hematoma yang ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan
penyebab mortalitas atau morbiditas yang menetap.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan
hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma,
terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata,
hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau
perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100%
berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial
didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang
tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%)
didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar
membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau
umum. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan
kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis
fokal.
2.6 Komplikasi
Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis (bila
diberikan secara IV), anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan
hematoma pada lokasi suntikan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penurunan kompleks protombin (faktor II,VII,IX,X)
ditandai oleh pemanjangan masa pembekuan, masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial. Masa perdarahan, jumlah leukosit dan trombosit biasanya
normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokromik normositik.
Pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan dekarboksilasi
kompleks protrombin (protein induced by vitamin K absence = PIVKA-II),
pengukuran kadar vitamin K1 plasma atau pengukuran areptilase time yang
menggunakan bisa ular Echis crinatum.12,15-16 Pemeriksaan tersebut saat ini
belum dapat dilakukan di Indonesia. Perdarahan intrakranial dapat terlihat
jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaan ini selain
untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis.
2.8 Penatalaksanaan
Hampir semua negara di dunia merekomendasikan pemberian profilaksis
vitamin K1 pada bayi baru lahir. Di Australia profilaksis dengan mengguna-kan
Konakion® 1 mg, IM dosis tunggal sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1970-an.
Tindakan tersebut mula-mula diberikan kepada bayi sakit, yaitu bayi kurang
bulan, atau yang mengalami asfiksia perinatal, dan akhirnya menjadi rutin untuk
semua bayi baru lahir. Pada tahun 2000, National Health and Medical Research
Council (NHMRC) Australia menyusun rekomendasi pemberian profilaksis vitamin K
pada bayi baru lahir.
Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa semua bayi baru lahir harus
mendapatkan profilaksis vitamin K1; bayi baru lahir yang bugar seharusnya
menerima vitamin K baik secara IM 1 mg, dosis tunggal pada waktu lahir atau 3 kali
dosis oral, masing-masing 2 mg yang diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari
dan umur 4-6 minggu. Orang tua harus mendapat informasi pada saat antenatal
tentang pentingnya pemberian profilaksis vitamin K; dan setiap rumah sakit
harus memiliki protokol tertulis yang jelas tentang pemberian profilaksis vitamin
K pada bayi baru lahir. Selandia Baru sejak tahun 1995 telah merekomendasikan
profilaksis vitamin K kepada bayi baru lahir. Begitu pula dengan British
Columbia pada Maret 2001 dan Canadian Paediatric Society tahun 2002.
Untuk negara berkembang seperti Thailand, sekitar 30-40 tahun yang lalu
(1960-1970) setengah dari persalinan dibantu oleh dukun atau bidan. Injeksi
parenteral tidak dapat dilakukan oleh bidan sehingga Isarangkura meminta
perusahaan farmasi menyediakan vitamin K oral (Konakion®, Roche, Basel) serta
melakukan penelitian mengenai profilaksis vitamin K oral 2 mg dosis tunggal
yang dapat dilakukan secara rutin.
Efikasi yang tinggi, toksisitas dan harga yang rendah, cara pemberian
dan penyimpanan yang sederhana menjadikan profilaksis vitamin K secara oral
memungkinkan untuk dilakukan di negara berkembang.
Pemberian vitamin K profilaksis oral 2 mg untuk bayi baru lahir bugar
dan 0,5–1 mg IM untuk bayi tidak bugar (not doing well) telah dilakukan secara
rutin di Thailand sejak 1988 dan pemberiannya diwajibkan di seluruh Thailand
pada tahun 1994-1998.
Insidens PDVK lambat laun menurun dari 30-70 per 100.000 kelahiran
menjadi 4-7 per 100.000 kelahiran. Sejak 1999 semua bayi baru lahir diberikan
vitamin K profilaksis IM karena sebagian besar persalinan terjadi di rumah
sakit. Vitamin K profilaksis IM ini diberikan bersama dengan imunisasi rutin
seperti Hepatitis B dan BCG.
Vitamin K yang digunakan untuk profilaksis adalah vitamin K1. Cara
pemberian dapat dilakukan baik secara IM ataupun oral. Intramuskular, dengan
dosis 1 mg pada seluruh bayi baru lahir. Pemberian dengan dosis tunggal
diberikan pada waktu bayi baru lahir.
1.
Oral
Dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru
lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu.
Efektivitas Profilaksis
Cornelissen dkk(1997) merangkum hasil surveilans aktif tentang PDVK
lambat yang dilakukan di Jerman, Australia, Belanda dan Swiss yang dikumpulkan
dengan strategi sama dan dibandingkan angka kegagalannya. Terdapat 4 strategi
pemberian vitamin K, yaitu :
a.
pemberian vitamin K dosis rendah
25 ug/hari untuk bayi yang mendapat ASI (Belanda)
b.
3x1 mg secara oral (Australia:
January 1993 – Maret 1994 dan Jerman: Desember 1992-Desember 1994)
c.
1 mg IM (Australia: Maret 1994)
d.
2x2mg vitamin K oral (preparat
KMM) (Swiss).
Angka kegagalan per 100.000 kelahiran hidup adalah 0,2 di Belanda, 2,3
di Jerman, 2,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 3,6 di
Swiss.
Angka kegagalan setelah profilaksis lengkap adalah 0 di Belanda, 1,8 di Jerman, 1,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 1,2 di Swiss. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dosis oral 3x1 mg kurang efektif bila dibandingkan dengan profilaksis vitamin K g/hari untuk bayi yang mendapat ASImIM; profilaksis dosis rendah 25 mungkin sama efektif seperti profilaksis vitamin K parenteral.
Angka kegagalan setelah profilaksis lengkap adalah 0 di Belanda, 1,8 di Jerman, 1,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 1,2 di Swiss. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dosis oral 3x1 mg kurang efektif bila dibandingkan dengan profilaksis vitamin K g/hari untuk bayi yang mendapat ASImIM; profilaksis dosis rendah 25 mungkin sama efektif seperti profilaksis vitamin K parenteral.
Isarangkura dkk (Thailand, 1989) telah melakukan evaluasi pengaruh
pemberian vitamin K profilaksis dosis tunggal pada bayi baru lahir peroral
dibandingkan dengan cara parenteral pada waktu lahir. Dua ratus enam puluh enam
bayi sehat yang mendapat ASI dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok 1
mendapat vitamin K IM 1 mg; kelompok 2, 3, 4 mendapat vitamin K oral pada waktu
2-4 jam setelah lahir masing-masing dengan dosis 2 mg, 3 mg dan 5 mg.
Didapatkan hasil tidak ada perbedaan statistik bermakna dalam rerata
kadar kompleks protrombin.17 Profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir peroral
2 mg ternyata sangat menguntungkan, sama halnya dengan pemberian secara
parenteral. Isarangkura menyatakan bahwa seharusnya semua bayi baru lahir
mendapatkan profilaksis vitamin K baik secara oral maupun parenteral. Pemberian
vitamin K secara oral praktis untuk negara berkembang karena cara pemberian
sederhana, harga murah, toksisitas rendah dan kegunaan tinggi.
Pemberian vitamin K profilaksis IM menunjukkan insidens PDVK lambat
lebih kecil dibandingkan dengan cara pemberian oral.
Konsensus berbagai organisasi profesi di Selandia baru (dokter anak,
dokter umum, dokter kebidanan, bidan dan perawat) merekomendasikan bahwa semua
bayi seharusnya mendapat profilaksis vitamin K. Cara pemberian yang
direkomendasikan adalah secara IM 1 mg (bagi bayi prematur = 0,5 mg) diberikan
pada waktu lahir. Jika orang tua tidak setuju dengan pemberian secara IM, maka
bayi diberikan vitamin K oral 2 mg yang diberikan 3 kali yaitu pada waktu baru
lahir, umur 3-5 hari dan 4-6 minggu.
Jika bayi muntah dalam waktu satu jam setelah pemberian oral maka
pemberiannya harus diulang. Hal ini juga direkomendasikan oleh NHMRC pada tahun
2000, Newborn Services Medical Guidelines (Selandia Baru) pada tahun 2000 dan
British Columbia Reproductive Care Program pada tahun 2001.
International Society on Thrombosis and Haemostasis,
Pediatric/Perinatal Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor dkk24
(tahun 1999) menyatakan bahwa pemberian vitamin K baik secara oral maupun IM
sama efektif dalam mencegah PDVK klasik, tetapi vitamin K IM lebih efektif
dalam mencegah PDVK lambat. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian
berulang 3 kali daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan
dalam dosis 2 mg daripada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan
tiap hari atau tiap minggu sama efektif dengan profilaksis vitamin K IM.
2.
Intramuskular
American Academy of Pediatricians (AAP) (tahun 2003) merekomendasikan
bahwa Vitamin K harus diberikan kepada semua bayi baru lahir secara IM dengan
dosis 0,5-1 mg.25 Canadian Paediatric Society (1997) juga merekomendasikan
pemberian vitamin K secara IM. Metode ini lebih disukai di Amerika Utara karena
efikasi dan tingkat kepatuhan yang tinggi.
Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alasan berikut
ini:
a.
Absorpsi Vitamin K1 oral tidak
sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi yang menderita diare.
b.
Beberapa dosis vitamin K1 oral
diperlukan selama beberapa minggu. Sebagai konsekuensinya, tingkat kepatuhan
orang tua pasien merupakan suatu masalah tersendiri.
c.
Mungkin terdapat asupan vitamin K1
oral yang tidak adekuat karena absorpsinya atau adanya regurgitasi.
d.
Efektivitas vitamin K1 oral belum
diakui secara penuh.
Hubungan Profilaksis Vitamin K dan Kanker pada Anak
Tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak di kemudian hari. Hal ini berdasarkan pada satu penelitian yang melibatkan 54.000 kelahiran di Amerika Serikat, satu penelitian yang melibatkan 1.383.000 bayi di Swedia, dua penelitian case control terhadap 132 dan 272 anak dengan kanker, penelitian case control berbasis pada populasi pada 515 anak di Skotlandia, dan penelitian case control lain atas 685 anak penderita kanker.
Tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak di kemudian hari. Hal ini berdasarkan pada satu penelitian yang melibatkan 54.000 kelahiran di Amerika Serikat, satu penelitian yang melibatkan 1.383.000 bayi di Swedia, dua penelitian case control terhadap 132 dan 272 anak dengan kanker, penelitian case control berbasis pada populasi pada 515 anak di Skotlandia, dan penelitian case control lain atas 685 anak penderita kanker.
Penelitian case control dilakukan oleh Von Kries dkk28 (1996) terhadap
272 anak yang menderita leukemia dan kanker lainnya untuk mengetahui hubungan
antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak.
Didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pemberian profilaksis vitamin
K IM dengan terjadinya kanker pada anak.
Kelompok kerja vitamin K AAP meninjau ulang laporan yang dikemukakan
oleh Golding dkk serta informasi lain, juga menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara pemberian vitamin K IM dengan leukemia pada anak atau kanker
anak lainnya.
2.10 Proses
Keperawatan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam bidang keperawatan meliputi
pengkajian dan diagnosis sampai kepada intervensi medis.
a.
Pengkajian
1)
Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan anak perempuan.
2)
Keluhan Utama
a)
Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
b)
Epitaksis
c)
Memar, khususnya pada ekstremitas
bawah ketika anak mulai berjalan dan terbentur pada sesuatu.
d)
Bengkak yang nyeri, sendi terasa
hangat akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada sendi
e)
Pada hemofilia C biasanya
perdarahan spontan
f)
Perdarahan sistem GI track dan SSP
3)
Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama
4)
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta
apakah klien mempunyai penyakit menular atau menurun seperti DERMATITIS,
Hipertensi, TBC.
5)
Riwayat Penyakit Keluraga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier
pada wanita.
6)
Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna.
7)
ADL (Activity Daily Life)
a)
Pola Nutrisi
Anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan sempurna
b)
Pola Eliminasi
Hematuria, feses hitam
c)
Pola personal hygiene
Kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan dini.
d)
Pola aktivitas
Kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
e)
Pola istirahat tidur terganggu
arena nyeri
Kebutuhan untuk tidur terganggu karena nyeri.
8)
Pemeriksaan fisik
a)
Keadaan umum : kelemahan
b)
BB : menurun
c)
Wajah : Wajah mengekspresikan
nyeri
d)
Mulut : Mukosa mulut
kering,perdarahan mukosa mulut
e)
Hidung : epitaksis
f)
Thorak/ dada :
-
Adanya
tarikan intercostanalis danbagaimana suara paru
-
Suara jantung pekak
-
Adanya kardiomegali
g)
Abdomen adanya hepatomegali
h)
Anus dan genetalia :
-
Eliminasi urin menurun
-
Eliminasi alvi feses
hitam
i)
Ekstremitas
Hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah
9)
Pemeriksaan Penunjang
(labolatorium)
a)
Uji Skrinning untuk koagulasi
darah
-
Masa pembekuan
memanjang (waktu pembekuan nrmal adalah 5 sampai 10 menit)
-
Jumlah trombosit
(normal)
-
Uji pembangkitan
tromboplastin (dapat menemukan pembentukan yang tidak efisien dari
tromboplastin akibat kekurangan F VIII)
b)
Biopsi hati (kadang-kadang)
digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur. Uji
fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati.
b.
Diagnosis Keperawatan
1)
Resiko tinggi kekurangan volum
cairan berhubungan mekanisme pembekuan darah yang tidak normal.
2)
Nyeri berhubungan dengan sendi dan
keterbatasan sendi sekunder akibat hemartosis.
3)
Resiko tinggi cidera berhubungan
dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang penyakit.
4)
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan informasi inadekuat.
5)
Resiko tinggi kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak sendi sekunder akibat hemartosis
perdarahan pada sendi.
c.
Intervensi Keperawatan
1)
Diagnosa resiko tinggi kekurangan
volum cairan berhubungan dengan mekanisme pembekuan darah yang tidak normal.
Hasil
yang diharapkan : episode perdarahan anak terkendali
Intervesi
:
1. Observasi
semua bayi laki-laki dengan cermat setelah sirkumsasi
R/
Pada genetalia terdapat banyak pembuluh darah.
2. Awasi
tanda-tanda vital
R/ Penurunan sirkulasi darah dapat
terjadi peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardi
3. Instruksikan
dan pantau anak berkaitan dengan perawatan gigi yaitu menggunakan sikat gigi
berbulu anak
R/ Sikat gigi berbulu keras dapat
menyebabkan perdarahan mukosa mulut.
4. Kolaborasi
pemberian produk plasma sesuai indikasi
R/
Pemberian plasma untuk mempertahankan homeostatis.
2)
Diagnosa nyeri berhubungan dengan
sendi dan keterbatasan sendi sekunder akibat hemartrosis
Hasil
yang diharapkan : menyatakan nyeri reda/ terkontrol
Intervesi
:
1. Kaji
derajat nyeri
R/ Perdarahan jaringan lunak dan
hemoragi pada sendi dapat menekan saraf
2. Dorong
klien untuk secara hati-hati memposisikan bagian tubuh menekan sakit.
R/ Menurunkan rasa nyeri
3. Kompres
es pada sendi yang sakit
R/ Kompres es dapat menyebabkan
vasokontraksi
4. Kolaborasi
pemberian analgesik (hindari aspirin)
R/ Aspirin dapat mengganggu pH
darah dan dapat ketidakcukupan mudah terjadi
3)
Diagnosa resiko tinggi cidera
berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang penyakit
Hasil
yang diharapkan : mencegah terjadinya cidera dan perdarahan
Intervesi
:
1. Ciptakan
lingkungan yang aman seperti menyingkirkan benda-benda tajam, memberikan
bantalan pada sisi keranjang bayi untuk yang tidak aktif
R/ Anak yang aktif memiliki resiko
cidera yang tinggi apabila tidak diawasi
2. Tekankan
bahwa olahraga kotak fisik dilarang
R/ Kontak fisik dapat menyebabkan
perdarahan
3. Berikan
tekanan setelah injeksi/ fungsi vena
R/ Tekanan ini meminimalkan
perdarahan
4. Anjurkan
orang tua untuk memberikan pengawasan pada s aat bermain di luar rumah.
4)
Diagnosa kurang pengetahuan
berhubungan dengan informasi inadekuat
Hasil
yang diharapkan : menyatakan nyeri reda/ terkontrol
Intervesi
:
1. Instruksikan
anak dan orang tua tentang pemberian penggantian trehadap faktor yang kurang.
2. Ajarkan
pada orang tua dan anak tentang perlunya pencegahan cidera.
3. Anjurkan
untuk tidak menggunakan obat yang dijual bebas seperti aspirin.
R/ Aspirin dapat mengganggu pH dan
dapat membuat perdarahan mudah terjadi
4. Ajarkan
keluarga atau anak tentang apa itu hemofili dan tanda serta gejalanya
5. Berikan
penjelasan pada keluarga dan atau anak bahwa penyakit ini belum dapat
disembuhkan dan tujuan terapi adalah mencegah munculnya gejala.
R/ Informasi yang adekuat akan
dapat meningkatkan pengetahuan klien.
5)
Diagnosa resiko tinggi kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak sendi sekunder akibat
hemartosis
Hasil
yang diharapkan : peningkatan rentang gerak sendi dan tidak ada tanda inflamasi
Intervesi
:
1. Ajarkan
untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat
R/ Meningkatkan kepercayaan diri pada
klien.
2. Lakukan
latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak yang sakit.
R/ Melatih persendian dan menurunkan
resiko perlukaan.
3. Kolaborasi/
konsultasi dengan ahli terapi fisik/ okupasi, spesialisasi, rehabilitas.
R/ Sangat membantu dalam membuat program
latihan/ aktivitas individu dan menentukan alat bantu yang sesuai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi
yang disebabkan oleh kekurangan vitamin K atau dikenal dengan Vitamin K
Deficiency Bleeding (VKDB/PDVK). Patofisiologinya adalah Vitamin K
diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks
protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan
(menghambat proses pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi
faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif. Diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
HDN/PDVK dini, HDN/PDVK klasik, dan HDN/PDVK lambat atau acquired
prothrombin complex deficiency (APCD) Secondary prothrombin complex (PC)
deficiency. yang tidak mendapat vitamin K profilaksis.
PDVK dibedakan dengan gangguan hemostasis lain misalnya gangguan fungsi
hati. Pencegahan PDVK Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin
K Profilaksis, Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per
oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun.
Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis vitamin
K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum
melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang 24 jam
kemudian. Pengobatan PDVK Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama
1-3 hari Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg.
3.2 Saran
Dikarenakan belum pasti penyebab dan gejala awal penyakitnya dan
menginngat kompleksnya komplikasi dan dampak yang diakibatkan dari perdarahan
akibat defisiensi vitamin K, sebaiknya dilakukan deteksi dini terhadap individu
yang mempunyai resiko dan faktor – faktor pencetus.
kfkskdfsk
BalasHapus