Pages

Rabu, 11 Desember 2013

MAKALAH OSTEOSARKOMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. (Price, 1962:1213)
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang menderita kanker per tahun. (www.mail-archive.com)
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. (www.kompas.com)
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 – 25 tahun ( pada usia pertumbuhan ). ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. (www.medicastore.com)
Melihat jumlah kejadian diatas serta kondisi penyakit yang memerlukan pendeteksian dan penanganan sejak dini, penulis tertarik untuk menulis tentang Osteosarkoma.
1.2    RUMUSAN MASALAH
1.            Apa pengertian dan  klasifikasi Osteosarkoma ?
2.            Bagaimana Penyebab Osteosarkoma ?
3.            Bagaiman Patofisiologi Osteosarkoma ?
4.            Bagaimana cara Diagnostik dan Penanganan medic Osteosarkoma ?
5.            Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteosarkoma ?

1.3    TUJUAN
1.3.1    Tujuan Umum :
Untuk mengetahui bagaimana konsep anak yang menderita Osteosarkoma dan bagaimana menyusun Asuhan Keperawatan yang baik dan benar pada anak dengan Osteosarkoma.

1.3.2    Tujuan Khusus :
1.      Menjelaskan pengertian dan  klasifikasi Osteosarkoma
2.      Menjelaskan  penyebab Osteosarkoma
3.      Menjelaskan  Patofisiologi dan Manifestasi klinis Osteosarkoma
4.      Menjelaskan  cara Diagnostik dan Penanganan medic Osteosarkoma
5.      Menjelaskan  Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteosarkoma

1.4    MANFAAT
1.4.2    Penulis :
 Untuk menambah wawasan pengetahuan serta dapat melatih untuk pembuatan skripsi.
1.4.3    Pembaca :
Dapat digunakan sebagai referensi dalam pembuatan Asuhan Keperawatan.
BAB II

I S I


2.1 PENGERTIAN
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595)
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616)
Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. ( Price. 1998: 1213)
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.( Smeltzer. 2001: 2347)
Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal. Tempat yang paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra, mandibula, klavikula, skapula, atau tulang-tulang pada tangan dan kaki. Lebih dari 50% kasus terjadi pada daerah lutut. ( Otto.2003 : 72 )
2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut kemampuan infiltrasinya Osteosarkoma dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
1.    Local osteosarcoma
Kanker sel belum tersebar di luar tulang atau dekat jaringan di mana kanker berasal.
2.    Metastatic osteosarcoma
Kanker sel telah menyebar dari tulang yang kanker berasal, ke bagian tubuh yang lain. Kanker yang paling sering menyebar ke paru-paru. Mungkin juga menyebar ke tulang lain. Tentang satu dari lima pasien dengan osteosarkoma dengan kanker yang telah metastasized pada saat itu dapat terdiagnosa. Dalam multifocal osteosarkoma, tumor muncul dalam 2 atau lebih tulang, tetapi belum menyebar ke paru-paru.
3.    Berulang
Penyakit berulang berarti kanker telah datang kembali (recurred) setelah itu telah dirawat. Hal itu dapat datang kembali dalam jaringan dimana pertama kali atau mungkin datang kembali di bagian lain dari tubuh. Osteosarkoma paling sering terjadi dalam paru-paru. Ketika osteosarkoma ditemukan, biasanya dalam waktu 2 sampai 3 tahun setelah perawatan selesai. Nanti kambuh lagi adalah mungkin terjadi, tetapi langka.
Sedangkan klasifikasi menurut sifatnya Osteosarkoma dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
1.    Osteokondroma
Osteokondroma (eksostosis Osteokartilagionous) merupakan tumor tulang jinak yang paling sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10 – 20 tahun. Tumor ini tumbuh pada permukaan tulang sebgai benjolan yang keras. Penderita dapat memiliki satu atau beberapa benjolan. 10% dari penderita yang memiliki beberapa osteokondroma, tetapi penderita yang hanya memiliki satu osteokondroma, tidak akan menderita kondrosarkoma.
2.    Kondroma Jinak
Kondroma jinak biasanya terjadi pada usia 10 – 30 tahun, timbul di bagian tengah tulang. Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tdak menimbulkan nyeri, tidak perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau perkembangannya, dilakukan foto rontgen. Jika tumor tidak dapat di diagnosis melalui foto rontren atau jika menyebabkan nyeri, mungkin perlu dilakukan biopsy untuk menentukan apakah tumor tersebut bias berkembang menjadi kanker atau tidak.
3.    Kondroblastoma
Kondroblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada ujung tulang.biasanya timbul pada usia 10 -20 tahun. Tumor ini dapat menimbulkan nyeri, yang merupakan petunjuk adanya penyakit ini. Pengobatan terdiri dari pengangkatan melalui pembedahan ; kadang setelah dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh kembali.
4.    Fibroma Kondromiksoid
Fibroma kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Nyeri merupakan gejala yang biasa dikeluhkan. Tumor ini akan memberikan gambaran yang khas pada foto rontgen. Pengobatannya adalah pengangkatan melalui pembedahan.
5.    Osteoid Osteoma
Osteoid Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh di lengan atau tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan menimbulkan nyeri yang memburuk pada malam hari dan berkurang dengan pemberian aspirin dosis rendah. Kadang otot disekitar tumor akan mengecil ( atrofi) dan keadaan ini akan membaik setelah tumor diangkat. Scaning tulang menggunakan pelacak radioaktif bias membantu menentukan lokasi yang tepatdari tumor tersebut. Kadang-kadang tumor sulit ditentukan lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan tambahan seperti CT-scan dan foto rontgen dengan tehnik yang khusus. Pengangkatan tumor melalui pembedahan merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi nyeri secara permanen. Bila penderita enggan menjalani pembedahan, untuk mengurangi nyri bias diberikan aspirin.
6.    Tumor sel raksasa
Tumor sel raksasa biasanya terjadi pada usia 20 dan 30 tahun. Tumor ini umumnya tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan disekitarnya. Biasanya menimbulkan nyeri. Pengobatan tergantung dari ukuran tumor. Tumor dapat diangkat melalui pembedahan dan lubang yang terbentuk bisa diisi dengan cangkokan tulang atau semen tulang buatan agar struktur tulang tetap terjaga. Pada tumor yang sangat luas kadang perlu dilakukan pengangkatan satu segmentulang yang terkena. Sekitar 10% tumor akan muncul kembali setelah pembedahan. Walaupun jarang, tumor ini biasa tumbuh menjadi kanker.



2.3 ETIOLOGI
Penyebab tumor ini hampir semua keganasan yang lain, masih merupakan teka-teki yang belum terpecahkan. Radiasi dan virus onkogenik, yang telah terlihat dalam terjadinya keganasan yang lain, telah dianggap sebagai agen penyebab.
Beberapa faktor etiologik telah diindentifikasi pada osteosarkoma orang dewasa yang lebih jarang terjadi, tetapi hanya sedikit kasus saja. Osteosarkoma epidemik dilaporkan pada pelukis lempeng jam radium disebabkan oleh penumpukan radioaktif didalam tulang, Thorotrast-dulu menggunakan bahan kontras radiografik yang mengandung radioaktif thorium dioxide erat hubungannya dengan timbulnya osteosarkoma seperti pada neoplasma hati.
Selain itu, juga terdapat faktor kecenderungan genetik. Osteosarkoma pada masa kanak-kanak mungkin sekali memiliki dasar genetik, meskipun tak seorangpun pernah menemukannya. Mungkin kelainan genetik pada kromosom 13 dapat menyebabkan osteosarkoma pada kelompok pasien ini. Terjadi dysplasia tulang, termasuk penyakit Paget, dysplasia fibrosa, enchondromatosis, dan turun temurun beberapa exostoses dan retinoblastoma (kuman-garis bentuk) adalah faktor risiko. Kombinasi konstitusional mutasi genetik dari RB (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi dikaitkan dengan risiko tinggi terutama pengembangan osteosarkoma, Li-Fraumeni Sindrom (mutasi germline), dan Rothmund-Thomson Sindrom (autosomal yang terdesak asosiasi dari bawaan cacat tulang , dysplasia rambut dan kulit, hypogonadism, dan katarak).
2.4  PATOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Kebanyakan osteosarkoma dijumpai pada kelompok usia muda antara 10 – 25 tahun. Kemudian sering menyerang pada daerah ujung metafisis tulang panjang seperti :
1.    Ujung distal tulang femur.
2.    Ujung proximal tibial.
3.    Ujung proximal humerus.
4.    Ujung proximal femur.
5.    Untuk tulang pipih yang sering diserang adalah illium.

Adanya tumor tulang
Jaringan lunak di invasi oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang)
Osteoblastik (pembentukan tulang)
Destruksi tulang lokal
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
Bagan 1.perjalanan penyakit Oteosarkoma.(sumber : Price.1998: 1213)




2.5  MANIFESTASI KLINIS
Adapun gejala atau tanda yang ditimbulkan yang paling umum gejala osteosarkoma adalah rasa sakit dan bengkak di kaki atau lengan. Hal ini paling sering terjadi di lagi tulang dari tubuh - seperti di atas atau di bawah lutut atau di lengan atas dekat bahu. Sakit mungkin buruk selama bergerak atau di malam hari, dan benjol atau bengkak dapat mengembangkan di kawasan hingga beberapa minggu setelah mulai sakit. Sakit yang berlebihan dapat membangunkan di malam hari atau sakit saat istirahat menjadi perhatian khusus. Dalam beberapa kasus, pertama tanda penyakit itu yang rusak lengan atau kaki, karena kanker telah melemahkan tulang untuk membuatnya rentan untuk istirahat. Pada kasus ini, resiko osteosarkoma paling sering dilihat pada remaja anak laki-laki, dan bukti-bukti menunjukkan bahwa remaja yang tinggi daripada rata-rata memiliki risiko tambahan untuk mengembangkan penyakit. Anak-anak yang telah mewarisi salah satu langka sindrom kanker juga berada di risiko tinggi untuk osteosarkoma. Sindrom ini termasuk retinoblastoma (tumor jahat yang yang berkembang di retina, biasanya pada anak-anak berusia di bawah umur 2 tahun) dan Li-Fraumeni Sindrom (jenis mewarisi mutasi genetik). Karena terhubungan ke radiasi lain, dapat memicu DNA mutasi, anak-anak yang telah menerima perawatan radiasi untuk episode sebelum kanker juga meningkat di risiko untuk osteosarkoma.
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas adan massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi fraktur patologis. Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas.
Penemuan pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor :
1.    Massa : massa yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan dan hangat pada palpasi, meskipun gejala ini sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada kulit.
2.    Penurunan range of motion : keterlibatan sendi dapat diperhatikan pada pemeriksaan fisik.
3.    Lymphadenopathy : keterlibatan kelenjar limfa merupakan hal yang sangat jarang terjadi.
2.6  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.6.1        Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang mempunyai nilai LDH normal.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk :
a.    LDH
b.    ALP (kepentingan prognostik)
c.    Hitung darah lengkap
d.   Hitung trombosit
e.    Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.
f.     Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium, phosphorus.
g.    Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine.
h.    Urinalisis
2.6.2        Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan.
1.    X-ray
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala terdapat lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang disekelilingnya dapat membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan lunak sering terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian, penyebaran ini biasanya sulit dibedakan dengan efusi. Area seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid yang maligna dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali terdapat ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat muncul, termasuk Codman triangles dan multilaminated, spiculated, dan reaksi sunburst, yang semuanya mengindikasikan proses yang agresif. Osteosarkoma telangiectatic secara umum menunjukkan gambaran litik, dengan reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas tumor berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran aneurysmal bone cyst. Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma konvensional, yang mempunyai gambaran campuran antara litik dan sklerotik. Osteosarkoma intraosseous low-grade dapat berupa litik, sklerotik atau campuran; seringkali mempunyai gambaran jinak dengan batas tegas dan tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan lunak. Gnathic tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi tulang, reaksi periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical dideskripsikan sebagai gambaran radiolusen dan geographic, dan mengandung mineralisasi internal dalam jumlah yang kecil. Osteosarkoma derajat tinggi mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan berbagai derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma parosteal secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul dari area tulang yang luas. Tidak seperti osteochondroma, osteosarkoma parosteal tidak melibatkan kavitas medulla tulang.
                                                a.                                             b.                     c.
Gambar 1.
a.      Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.
  1. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang luas (black arrow).
  2. Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak.
Gambar 2. Pasien dengan osteosarkoma di femur distal

Gambar 2. Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal

2.    CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.
3.    MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.
4.    Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari lesi.
5.    Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak spesifik.
5.4  STADIUM
Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat untuk digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk bermetastase ke kelenjar limfa. Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat, penyebaran ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua tumor muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem stadium berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor (intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase.
Untuk menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse (metastatic osteosarkoma).
5.5  PENATALAKSANAAN
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen rutin.
5.5.1        Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan adjuvant kemoterapi sangat penting pada penanganan pasien dengan osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat direseksi. Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya mempermudah pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun juga dapat memberikan parameter faktor prognosa. Obat yang efektif adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan methotrexate dosis tinggi dengan leucovorin. Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan pembedahan tumor.
5.5.2        Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua kompartemen dapat mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan pembedahan limb salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan, maka dapat dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual, sebagai berikut :
a.    Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil (osteosynthesis).
b.    Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan, terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
c.    Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar. Durabilitas merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan implant untuk pasien remaja.
d.   Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi.
1)        Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-to-end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi 180º dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.
2)        Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien melihat video dari pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.
e.    Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi melalui median sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu direkomendasikan untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk metastase yang bilateral (masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).
5.5.3        Penanganan jangka panjang
a.    Rawat inap

1)        Siklus kemoterapi: hal ini secara umum memerlukan pasien untuk masuk rumah sakit untuk administrasi dan monitoring. Obat aktif termasuk methotrexate, cisplatin, doxorubicin, and ifosfamide. Pasien yang ditangani dengan agen alkylating dosis tinggi mempunyai resiko tinggi untuk myelodysplasia dan leukemia. Oleh karena itu hitung darah harus selalu dilakukan secara periodik.
2)        Demam dan neutropenia: diperlukan pemberian antibiotic intravena.
3)        Kontrol lokal: penanganan di rumah sakit diperlukan untuk kontrol lokal dari tumor (pembedahan), biasanya sekitar 10 minggu. Reseksi dari metastase juga dilakukan pada saat ini.
b.    Rawat jalan

1)        Hitung jenis darah: pengukuran terhadap hitung jenis darah dilakukan dua kali seminggu terhadap granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) pasien, pengukuran G-CSF dapat dihentikan ketika hitung neutrophil mencapai nilai 1000 atau 5000/μL.
2)        Kimia darah: sangat penting untuk mengukur kimia darah dan fungsi hati pada pasien dengan nutrisi parenteral dengan riwayat toksisitas (terutama jika penggunaan antibiotik yang nephrotoxic atau hepatotoxic dilanjutkan.
3)        Monitoring rekurensi: monitoring harus tetap dilanjutkan terhadap lab darah dan radiografi, dengan frekuensi yang menurun seiring waktu. Secara umum kunjungan dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, kemudian 6 bulan pada tahun kedua dan seterusnya.
Follow-up jangka panjang : ketika pasien sudah tidak mendapat terapi selama lebih dari 5 tahun, maka pasien dipertimbangkan sebagai survivors jangka panjang. Individu ini harus berkunjung untuk monitoring dengan pemeriksaan yang sesuai dengan terapi dan efek samping yang ada termasuk evaluasi hormonal, psychosocial, kardiologi, dan neurologis.



5.6  PATHWAY KEPERAWATAN
OSTEOSARKOMA
Perubahan status Kesehatan
Peningkatan jumlah sel
Nyeri
Kebutuhan Sel meningkat
Keluarga baru Osteosarkoma
Krisis situasi
Inflasi Jaringan lunak
Penekanan sel saraf
Osteolitik
Reaksi tulang normal
Metabolisme meningkat
Osteoblastik
Destruksi Tulang
Prostaglandin meningkat
Penanganan medis
Radiasi
Virus
Mutasi genetik
Idiopatik
Onkogenesis sel tulang
Berduka
Gangguan harga  diri
Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
Koping tidak efektif
Rasa takut/ketidaktahuan
Fraktur
Amputasi
Perubahan peran
Hilangnya bagian tubuh

 


5.7  PROSES KEPERAWATAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam bidang keperawatan meliputi pengkajian dan diagnosis sampai kepada intervensi medis.
1.    Pengkajian
a.    Anamnesa
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b.    Pemeriksaan fisik

Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena

1)        Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
2)        Nyeri tekan / nyeri lokal pada sisi yang sakit
(a)     Mungkin hebat atau dangkal
(b)     sering hilang dengan posisi flexi
(c)     anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
3)        Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional

c.    Pemeriksaan Diagnostik

1)        Radiografi
Adalah penggunaan sinar pengionan (sinar X, sinar gama) untuk membentuk bayangan benda yang dikaji pada film.
2)        Tomografi,
Adalah sebuah metode penggambaran medis menggunakan tomografi di mana pemrosesan geometri digunakan untuk menghasilkan sebuah gambar tiga dimensi bagian dalam sebuah objek dari satu seri besar gambar sinar-X dua dimensi diambil dalam satu putaran “axis”
3)        Pemindaian tulang.
4)        Radioisotop, atau biopsi tulang bedah.
5)        Tomografi paru.
6)        Aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
2.    Diagnosis Keperawatan
a.    Nyeri yang berhubungan dengan proses patologik.
b.    Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat.
c.     Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
d.   Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran.
e.    Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak.





3.    Intervensi Keperawatan
No.
Dx. Keperawatan
Tujuan & KH
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri berhubungan dengan proses patologik
Tujuan:
Klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
1.    Mengikuti aturan farmakologi yang ditentukan
2.    Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.

1.    Kaji status nyeri (lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri)
2.    Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan (misalnya : musik, televisi)
3.    Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
4.    Kolaborasi : Berikan analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri.

1.    Memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang diberikan.
2.    Meningkatkan relaksasi kline.
3.    Meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien.
4.    Mengurangi nyeri dan spasme otot
2.
Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat

Tujuan:
Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
KH :
1.    Pasien tampak rileks
2.    Melaporkan berkurangnya ansietas
3.    Mengungkapkan perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien

1.    Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
2.    Berikan lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
3.    Pertahankan kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
4.    Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.

1.    Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis.
2.    Membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
3.    Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
4.    Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker
Tujuan :
Mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH :
1.    Penambahan berat badan
2.    Bebas tanda malnutrisi
3.    Nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% )

1.    Catat asupan makanan setiap hari
2.    Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit trisep setiap hari.
3.    Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.
4.    Kolaborasi : Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.

1.    Mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
2.    Mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
3.    Memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan produk sisa.
4.    Membantu mengidentifikasi derajat
4.
Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
Tujuan :
Mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
1.    Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.

1.    Diskusikan dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan keluarga.
2.    Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan
3.    Pertahankan kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien.

1.    Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah
2.    Membantu dalam pemecahan masalah
3.    Menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga

5.
Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak

Tujuan :
Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH :
1.    Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
2.    Mengalami peninggkatan mobilitas

1.    Lakukan pendekatan langsung dengan klien
2.    Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan
3.    Ajarkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien.
4.    Motivasi dan libatkan pasien dalam aktifitas bermain

1.    Meningkatkan rasa percaya dengan klien
2.    Memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
3.    Membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
4.    Secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
Tabel 2. Rencana keperawatan ( Doenges. 1999: 1000 )
4.    Evaluasi
a.    Pasien mampu mengontrol nyeri
1)        Melakukan teknik manajemen nyeri,
2)        Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
3)        Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
b.    Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
1)        Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
2)        Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
3)        Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
c.    Masukan nutrisi yang adekuat
1)        Mengalami peningkatan berat badan
2)        Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
3)        Tidak ada tanda – tanda kekurangan nutrisi
d.   Memperlihatkan konsep diri yang positif
1)        Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
e.    Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri.
f.     Klien dan keluarga siap untuk menghadapi kemungkinan amputasi.











BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Osteosarkoma (Sarkoma osteogenik) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut (femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal). Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui, namun ada beberapa factor yang dicurigai, diantaranya: radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
Tanda dan gejala yang dapat ditemui pada pasien dengan osteosarkoma adalah nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang terkena, pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas, nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun, malaise. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah: CT-scan, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Penatalaksanaan pada pasien ini tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.
3.2  SARAN
Dengan dibuatnya makalah Asuhan Keperawatan Osteosarkoma ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami kanker tulang.
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.