Pages

Rabu, 19 Desember 2012

MAKALAH SINKOP


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Terminologi sinkop berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata “syn” dan “koptein” yang berarti memutuskan. Secara medis, definisi dari sinkop adalah kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri karena pengurangan aliran darah ke otak. Prognosis dari sinkop sangat bervariasi bergantung dari diagnosis dan etiologinya. Individu yang mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak pernah sinkop.
Di  Amerika  diperkirakan 3%  dari  kunjungan  pasien  di gawat darurat disebabkan oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang datang kerumah sakit. Angka rekurensi dalam 3 tahun diperkirakan 34%. Sinkop  sering  terjadi  pada  orang  dewasa,  insiden  sinkop meningkat  dengan  meningkatnya  umur. Hamilton  mendapatkan sinkop sering pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada wanita dari pada laki-laki, sedangkan pada penelitian Framingham mendapatkan kejadian sinkop 3% pada laki-laki dan 3,5%  pada wanita, tidak ada perbedaan antara   laki-laki dan wanita.
Penelitian Framingham di Amerika Serikat tentang kejadian sinkop dari tahun 1971 sampai 1998 (selama 17 tahun) pada 7814 individu,   bahwa   insiden  sinkop   pertama   kali  terjadi 6,2/1000 orang/tahun. Sinkop yang paling sering terjadi adalah sinkop vasovagal (21,1%), sinkop kardiak (9,5%) dan 36,6% sinkop yang tidak diketahui penyebabnya.
Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan evaluasi dan pengobatan pasien dengan sinkop tersebut dapat mencapai 800 juta dolar Amerika, Sedangkan di Eropa dan Jepang kejadian sinkop adalah 1-3,5%.
Penyebab sinkop dapat dikelompokkan dalam 6 kelompok yaitu vaskular, kardiak, neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan  sinkop  yang  tidak diketahui penyebabnya. Sinkop vaskular merupakan  penyebab  sinkop  yang  terbanyak, kemudian diikuti oleh sinkop kardiak.
Penatalaksanaan sinkop tergantung etiologinya, perawatan secara umum  tidak  diperlukan,  kecuali  sinkop  yang  disebabkan  karena kelainan jantung atau sinkop kardiak. Pasien dengan kardiomiopati hipertropi dapat berespon dengan terapi farmakologi, sedangkan pasien dengan blok atrioventrikuler harus dilakukan  pemasangan  pacu jantung,  dan  terapi  bedah  diperlukan  bila  penyebab  sinkop  adalah kelainan struktur   jantung.
Pasien  yang  mengalami  sinkop  akan  mengalami  penurunan kualitas hidup. Prognosis dari sinkop sangat bervariasi tergantung dari diagnosis etiologinya. Individu yang mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya mempunyai tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak pernah mengalami episode sinkop. Mortalitas tertinggi disebabkan oleh sinkop kardiak, sedangkan sinkop yang berhubungan dengan persyarafan termasuk hipotensi ortostatik dan sinkop yang berhubungan dengan obat-obatan tidak menunjukan peningkatan angka kematian.
Karena tingginya angka kematian yang disebabkan oleh sinkop kardiak,  maka  perlu  penatalaksanaan  yang  optimal  sehingga  angka kematian  dapat  diturunkan,  untuk  itulah  tinjauan  kepustakaan  ini ditulis agar dapat mendiagnosis sinkop kardiak dan penatalaksanaan dapat optimal sehingga angka kematian dapat diturunkan.

1.2  Rumusan Masalah
1)        Apa yang dimaksud dengan sinkop ?
2)        Apa etiologi dari sinkop ?
3)        Apa saja manifestasi klinis dari sinkop ?
4)        Apa saja pemeriksaan diagnostik pada sinkop ?
5)        Bagaimanakah alogaritma dan penatalaksanaan pada sinkop ?

1.3  Tujuan
1)        Untuk mengetahui definisi dari sinkop
2)        Untuk mengetahui etiologi dari sinkop
3)        Untuk mengetahui faktor resiko pada klien dengan sinkop
4)        Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaan diagnostik pada sinkop
5)        Untuk mengetahui penatalaksanaan pada sinkop

1.4  Manfaat
1)        Mendapatkan pengetahuan tentang sinkop
2)        Mendapatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan pada sinkop


BAB II
ISI

2.1  Definisi
Sinkop berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “syn” dan
koptein” yang artinya memutuskan. Sehingga definisi sinkop (menurut European  Society  of  Cardiology :  ESC),  adalah  suatu  gejala  dengan karakteristik klinik kehilangan kesadaran yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dan biasanya menyebabkan jatuh. Onsetnya relatif cepat dan terjadi pemulihan spontan. Kehilangan kesadaran tersebut terjadi akibat hipoperfusi serebral.
Kebanyakan individu yang pernah mengalami sinkop terutama sinkop vasovagal, tidak mencari pertolongan dokter sehingga prevalensi dari sinkop tersebut sulit ditentukan. Diperkirakan sepertiga dari orang dewasa pernah mengalami paling sedikit sekali episode sinkop selama hidupnya.
Sinkop kardiak merupakan penyebab kedua tersering dari sinkop meliputi 10-20 % atau seperlima dari seluruh kejadian. Sinkop kardiak ini akan menyebabkan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kasus yang tidak mempunyai dasar kelainan jantung. Pasien dengan sinkop kardiak ini mempunyai resiko kematian tertinggi dalam 1 sampai 6 bulan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama 18-33 %, dibandingkan dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan kardiak yaitu 0-12%, bahkan pada sinkop tanpa sebab yang jelas hanya kira-kira 6%.

2.2  Etiologi
Penyebab sinkop dapat dikelompokan dalam 6 kelompok yaitu vaskular,  kardiak,  neurologik-serebrovaskular,  psikogenik,  metabolik dan  sinkop  yang  tidak  diketahui  penyebabnya.  Sinkop  vaskular merupakan  penyebab  sinkop  yang  terbanyak, kemudian  diikuti  oleh sinkop kardiak, seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1. Penyebab sinkop
Neurally Mediated ( Vasovagal )
Situational
Mechanical
electrical
Micturition
Aortic stenosis
2/3 degree atroventricular block
Defecation
Hipertropic cardiomyopathy
Sick sinus syndrome
Postprandial
Atrial myxoma
Supraventricular tachycardia
Swallowing
Mitral stenosis
Torsade de pointes
Coughing
Pulmonic stenosis
Pacemaker malfunction
Ortostatic syncope
Pulmonary hypertension

Carotid sinus syncope
Emboly

Cardioinhibitory
Infark moakard

Vasodepressor
Cardiac tamponade

Mixed



Sinkop kardiak merupakan penyebab kedua tersering dari sinkop meliputi 10-20 % atau seperlima dari seluruh kejadian. Sinkop kardiak ini akan menyebabkan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kasus yang tidak mempunyai dasar kelainan jantung. Pasien dengan sinkop kardiak ini mempunyai resiko kematian tertinggi dalam 1 sampai 6 bulan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama 18-33 %, dibandingkan dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan kardiak yaitu 0-12%,
bahkan  pada  sinkop  tanpa  sebab  yang  jelas  hanya  kira-kira 6%. Demikian  pula  dengan  angka  kematian  mendadak  lebih  tinggi pada populasi yang mempunyai dasar kelainan kardiak.
Tabel 2.2 Penyebab sinkop kardiak
Struktur
Bradikardia
Takikardia
Stenosis aorta
Sick sinus syndrome
Ventrikel takikardia
Hipertropi kardiomiopati
AV block
Fibrilasi ventrikel
Emboli paru
Drug induce
Torsade de pointes
Hipertensi pulmonal

Supra ventrikuler takikardia
Infaek mikard

Atrium vibrilasi / fluter
Tamponade



1)      Jantung dan sirkulasi
a.       Sinkop Vasodepressor.
Sinkop vasodepressor terjadi jika individu yang rentan berhadapan dengan situasi yang membuat stress. Gejala prodromal: kegelisahan, pucat, kelemahan, mendesah, menguap, diaphoresis, dan nausea. Gejala-gejala ini mungkin diikuti dengan kepala terasa ringan, penglihatan kabur, kolaps, dan LOC (loss of consciousness). Kadang-kadang tejadi kejang klonik ringan, tetapi tidak diindikasikan penanganan kejang, kecuali terdapat tanda-tanda lain yang menunjuk ke arah ini. Serangan berlangsung singkat dan cepat pulih jika berbaring. Episode ini dapat berulang.
Sinkop Vasodepressor dapat terjadi pada:
a)         Seseorang dengan kondisi normal yang dipengaruhi oleh emosi yang tinggi
b)         Pada seseorang yang merasakan nyeri hebat setelah luka, khususnya pada daerah abdomen dan genitalia.
c)         Selama latihan fisik yang keras pada orang-orang yang sensitive.
b.      Penyebab Hipotensi Orthostatik
Definisi  Hipotensi  Orthostatik  adalah  apabila  terjadi  penurunan
tekanan darah sistolik 20 mmHg atau tekanan darah diastolik 10 mmHg pada
posisi berdiri selama 3 menit. Pada saat seseorang dalam posisi berdiri sejumlah  darah       500-800  ml  darah  akan  berpindah  ke  abdomen  dan eksremitas bawah sehingga terjadi penurunan besar volume darah balik vena
secara tiba-tiba ke jantung. Penurunan ini mencetuskan peningkatan refleks
simpatis. Kondisi ini dapat asimptomatik tetapi dapat pula menimbulkan
gejala seperti kepala terasa ringan, pusing, gangguan penglihatan, lemah,
berbedebar-debar,  hingga  sinkop.  Sinkop  yang  terjadi setelah  makan
terutama pada usia lanjut disebabkan oleh retribusi darah ke usus.
Hipotensi ortostatik merupakan penurunan tekanan darah seseorang sedang dalam posisi tegak. Keadaan ini terjadi berbagai keadaaan:
a)         Hipovolemia (perdarahan, muntah, diare,diuretik).
b)         Gangguan pada reflex normal     (nitrat, vasodilator, penghambat kanal kalium, neuroleptik)
c)         Kegagalan  autonom.  Primer  atau  sekunder.  Diabetes  paling  sering menyebabkan  neuropati  otonom  sekunder,  sedangkan  usia  lanjut  merupakan penyebab lazim kegagalan otonom primer. Paling tidak telah dicerminkan oleh tiga sindroma :
ü  Disautonomia akut atau subakut
Pada penyakit ini, seorang dewasa atau anak yang tampak sehat
mengalami paralisis parsial atau total pada system saraf parasimpatis dan
simpatis selama beberapa hari atau beberapa minggu. Refleks pupil
menghilang sebagaimana halnya dengan fungsi lakrimasi, saliva serta
perspirasi, dan terdapat impotensi, paresis otot-otot kandung kemih dan
usus serta hipotensi ortostatik. Penyakit tersebut dianggap merupakan suatu varian dari polyneuritis idiopatik akut yang ada hubungannya dengan sindroma Guillain-Barre.


ü  Insufisiensi autonom pascanglionik kronis
Keadaan  ini  merupakan  penyakit  yang  menyerang  usia pertengahan dan usia lanjut. Penderita berangsur-angsur mengalami hipotensi ortostatik kronik yang kadang-kadang bersamaan dengan gejala impotensi dan gangguan sfingter. Gejala pucat atau mual. Lakilaki lebih sering terkena, tampaknya ireversibel.
ü  Insufisiensi autonom praganglionik kronis
Pada keadaan ini, gejala hipotensi ortostatik dengan anhidrosis
yang bervariasi, impotensi dan gangguan sfingter terjadi bersama
dengan kelainan yang mengenal system saraf pusat. Kelainan tersebut mencakup : (1)  tremor,  rigiditas  ekstrapiramidal  serta  akinesia (sindroma Shy-Drager), (2) degenerasi serebelum progressive yang pada sebagian kasus bersifat familial dan (3) kelainan sereberal serta ekstrapiramidal yang lebih bervariasi (degenerasi striatonigra).
c.       Obstruksi aliran keluar.
Stenosis aorta, stenosis mitral, stenosis pulmonal. Pasien dapat dating dengan sinkop akibat latihan fisik. Malfungsi katup secara mekanik juga dapat menyebabkan obstruksi aliran keluar.
d.      Infark atau iskemia miokardium
e.       Sinkop kardiak karena kelainan struktur
Kelainan  struktur  jantung  yang  dapat  menyebabkan  sinkop termasuk stenosis valvular (aorta, mitral, pulmonal), disfungsi katup protesa  atau  trombosis,  kardiomiopati  hipertropik,  emboli  paru, hipertensi  pulmonal,  tamponade  jantung  dan  anomali  dari  arteri koroner.
a)         Stenosis aorta
Sinkop pada stenosis aorta terjadi saat aktivitas, ketika terjadi obstuksi katup menetap dan menghambat peningkatan curah jantung sehingga timbul dilatasi vaskular pada otot-otot skeletal yang bergerak. Sinkop dapat terjadi saat aktivitas atau latihan bahkan sesaat setelah latihan. Sinkop juga dapat terjadi pada saat istirahat pada stenosis aorta bila  ditemukan  keadaan  takikardia  paroksismal  bradiaritmia  yang timbul bersamaan dengan abnormalitas katup ini. Diseksi aorta, subclavian steal syndrome, disfungsi berat ventrikel kiri   dan infark miokard merupakan penyebab penting lain dari sinkop kardiak. Pada usia lanjut sinkop dapat merupakan tampilan dari infark miokard akut.
b)         Miksoma atrium kiri
Miksoma  atrium  kiri  atau  trombus  pada  katup  protesa  yang menutupi  katup  mitral  selama  fase  diastolik  akan  menyebabkan obstruksi pada pengisian ventrikel kiri sehingga menurunkan kardiak output sehingga dapat terjadi sinkop.
c)         Kardiomiopati hipertropi
Pada  kardiomiopati  hipertropi  akibat  hipertropi  kardiak  yang terjadi  dapat  menyebabkan  kematian  mendadak  karena  takikardia ventrikel menetap. Penjelasan lain dari sinkop yang dapat terjadi adalah tipe obstruksi dimana terdapt gradien intraventrikuler. Pada  pengguna  pacu  jantung  dan  ICD (Implantable Cardiac Defibrilator) yang  mengalami  gangguan  fungsi  dapat  menyebabkan terjadinya  sinkop.  Individu  pengguna  ICD  misalnya,  apabila  terjadi takikardia ventrikel yang cepat dan dapat diatasi dengan alat tersebut, sinkop masih mungkin dapat terjadi, hal ini tergantung dari lamanya keadaan  hipotensi  akibat  proses  terminasi  dari  takikardia  tersebut. Sehingga  penting  sekali  mendapat  keterangan  mengenai  ICD  yang dipergunakan terutama apabila terdapat episode sinkop tersebut.
f.       Aritmia
a)         Bradiaritmia
ü  AV Blok
Blok AV sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang dibandingkan  dengan  kelainan  fungsi  nodus  SA.  Penyebab  tersering Blok  AV  adalah  obat-obatan,  proses  degeneratif,  penyakit  jantung koroner, dan efek samping tindakan operasi jantung. Gejala yang timbul sama seperti gejala akibat bradikardia lainnya yaitu pusing, lemas dan sinkop dan dapat menyebabkan kematian mendadak.
ü  Sick sinus syndrome
Gangguan atau penyakit pada nodus SA merupakan penyebab bradikardia  tersering.  Sick  Sinus  Syndrome  adalah  gangguan  fungsi nodus  SA  yang  disertai  gejala.  Gambaran  EKG  dapat  berupa  sinus bradikardia persisten tanpa pengaruh obat, sinus arrest, atrium fibrilasi respon lambat atau suatu bradikardia yang bergantian.
b)         Takiaritmia
Ada dua kelainan jantung yang sering menjadi penyebab pingsan. Pertama adanya hambatan pada aliran darah di pompa jantung. Seperti  pada pompa air yang katupnya rusak, fungsi pompa jantung pun bisa terganggu dan volume darah yang dihasilkan menurun.
Penurunan  jumlah  darah  yang  dikeluarkan  oleh  jantung  ini  akan
menyebabkan penurunan perfusi otak dan memicu pingsan. Hal ini terjadi
pada kondisi penyempitan katup- katup jantung, kelainan otot jantung,
penumpukan cairan di selaput jantung, tumor dalam jantung, dan lain-
lain. Kedua adalah gangguan irama jantung (aritmia). Apabila irama jantung tiba-tiba melambat terjadi penurunan aliran darah di otak. Begitu pula jika jantung memompa terlalu cepat. Pengisian ruang-ruang jantung menjadi tidak maksimal, dan kekuatan pompa menurun drastis.
ü  Takikardia ventrikel
Satu bentuk dari takikardia ventikel adalah Torsade de pointes yang terjadi pada pasien dengan repolarisasi ventrikel yang memanjang (Long  QT  syndrome/LQT),  tetapi  mempunyai  jantung  yang  secara stuktural normal. Long QT Sindrom (LQTS) merupakan kelainan yang ditandai  dengan  interval  QT  memanjang  pada  EKG (450  ms)  yang cenderung  mengakibatkan  takiaritmia,  sehingga  dapat  mencetuskan sinkop.
LQTS dapat terjadi akibat penyakit dasar yang didapat ataupun kongenital  misalnya  pada  keadaan  hipokalemia  atau  terpapar  obat-obatan  tertentu.  Torsade  de  pointes  dalam  perkembangannya  dapat menjadi fibrilasi ventrikel, maka seseorang dengan LQTS mempunyai resiko  mengalami  sinkop  bahkan  yang  lebih  fatal  adalah  kematian mendadak.
Kelainan   kongenital   lain   yang   berpotensi   mengakibatkan gangguan aritmia yang fatal adalah Sindrom Brugada (elevasi segmen ST didaerah prekordial V1, V2, V3 yang sering disertai blok berkas cabang kanan inkomplit maupun komplit, takikardia ventrikel polimorfik akibat katekolaminergik   familiar   serta   displasia   ventrikel   kanan   yang berhubungan dengan aritmia ventrikel.
Gambar 2.1. Gambar EKG pada Brugada Sindrom.

ü  Wolf-parkonson-white
Wolf-Parkinson-White  merupakan  sindrom  praeksitasi  dengan gambaran  EKG  adanya  gelombang  P  yang  normal, interval  PR  yang memendek,  kurang  dari 0,11  detik,  komplek  QRS  melebar  karena adanya gelombang delta. Perubahan komplek QRS disertai perubahan gelombang T yang  sekunder. Gambaran EKG  ini  disebabkan  karena adanya  jalur  asesori  yang  menghubungkan  atrium  dengan  ventrikel sehingga sebagian ventrikel akan diaktivasi sangat dini. WPW sering ditemukan pada pria dan dapat ditemukan pada pasien tanpa kelainan jantung.  WPW  umumnya  jinak  tapi  dapat  menimbulkan  takiaritmia seperti paroksismal fluter atau fibrilasi.
Gambar 2.2 Gambaran EKG pada Wolf-Parkinson-White
g.      Hipersensitivitas sinus karotis.
Sinkop dapat terjadi saat bercukur atau memakai kerah yang ketat.
Hal ini umum terjadi pada pria dengan usia lebih dari 50 tahun. Aktivasi dari
baroreseptor sinus karotis meningkatan impuls yang dibawa ke badan Hering
menuju medulla oblongata. Impuls afferen ini mengaktivkan saraf simpatik
efferen ke jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan sinus arrest
atau Atrioventricular block, vasodilatasi. Pemijatan salah satu atau kedua
sinus  karotikus,  khususnya  pada  orang  usia  lanjut,  menyebabkan (1) perlambatan jantung yang bersifat refleks (sinus bradikardia, sinus arrest,
atau bahkan blok atrioventrikel), yang disebut respons tipe vagal, dan (2)
penurunan tekanan arterial tanpa perlambatan jantung yang disebut respons
tipe depressor. Kedua tipe respons sinus karotikus tersebut dapat terjadi
bersama-sama.
2)      Etiologi Metabolik
Episode biasanya diperkuat jika mengerahkan tenaga tetapi dapat terjadi jika pasien berbaring. Awitan dan pemulihan biasanya lama. Penyebab Sinkop Metabolik Penyebab metabolik pada sinkop sangat jarang, hanya berkisar 5% dari seluruh episode sinkop.
a.       Hipoksia, seperti pirau pada penyakit jantung congenital
b.      Hiperventilasi
Menyebabkan vasokontriksi serebrum dengan gejala kesulitan bernafas, ansietas, parestesia tangan atau kaki, spasme karpopedal, dan  kadang-kadang  nyeri  dada  unilateral  atau  bilateral.  Pasien  dapat mengalami serangan ulangan jika melakukan hiperventilasi dalam lingkungan yang terkendali.
c.       Hipoglikemia
Jika gejala terjadi secara bertahap selama periode beberapa menit, hiperventilasi atau hipoglikemia sebaiknya dipertimbangkan. Keadaan hipoglikemia yang berat biasanya terjadi akibat seuatu penyakit yang serius, seperti tumor pada sel pulau langerhan ataupun penyakit adrenal, hipofise atau hepar yang lanjut, atau akibat pemberian insulin dalam jumlah yang berlebihan. Gambaran klinisnya berupa gejala kebingunan atau bahkan penurunan kesadaran. Kalau keadaaannya ringan, sebagaimana lazim terjadi pada hipoglikemia. Diagnosis keadaan ini bergantung pada hasil anamnesis riwayat medis dan pengukuran gula darah pada waktu serangan.
d.      Intoksikasi alcohol
3)      Etiologi neurologic
Serangan iskemik sementara (TIA;Transient Ischemic Attact) dapat menyebabkan
sinkop tetapi jarang terjadi. Agar terjadi hal ini system aktivasi reticular harus
terkena. Jika terjadi “selalu” terdapat manifestasi neurologic lainnya, seperti kelainan saraf cranial.
a.       Migrain. Penyebab tersering kedua pada remaja.
b.      Kejang. Biasanya mudah dibedakan dengan aura, riwayat gerakan tonik klonik dan keadaan pascaiktal
c.       Peningkatan  tekanan  intracranial  mendadak  yang  diperlihatkan  dengan  perdarahan subarachnoid atau kista koloid obstruktif pada ventrikel ketiga.
Terminologi ini merupakan bentuk dari seluruh sinkop yang berasal dari sinyal
saraf SSP yang berefek pada vaskular, khususnya pada Nucleus Tractus Solitarius
(NTS).  Sejumlah  stimulus,  yang  terbanyak  bersala  dari  viseral,  dapat
menghilangkan respon yang berakibat pengurangan atau hilang tonus simpatis dan
diikuti dengan peningkatan aktivitas vagal. NTS pada medula mengintegrasikan
stimulus  afferen  dan  sinyal  baroreceptor  dengan  simpatis  efferen  yang
mempertahankan tonus vaskular. Beberapa studi mengatakan terdapat gangguan
pada pengaturan kontrol simpatis dan juga sinyal baroreceptor.
4)      Sinkop refleks
Sinkop refleks disebabkan oleh gangguan pengisian jantung sebelah
kanan dan hipoperfusi serebral keseluruhan. Pasien biasanya sedang berdiri
tegak sebelum suatu episode karena pengumpulan darah akibat gravitasi
berperan dalam penyebabnya. Penyebab yang potensial antara lain, emboli
atau infark paru, tamponade pericardium, hipertensi paru, uterus hamil karena menekan vena kava inferior dan batuk, yang menurunkan beban awal dengan meningkatkan tekanan intrathoraks.
5)      Lain-lain
a.       Sinkop batuk
Keadaan ini merupakan keadaan langka yang terjadi akibat serangan batuk yang  mendadak  dan  biasanya  dijumpai  pada  laki-laki  yang  menderita bronchitis  kronis.  Setelah  batuk-batuk  kuat,  pasien  tiba-tiba  lemah  dan kehilangan kesadarannya untuk sementara. Tekanan intrathorakal meninggi dan mennganggu vena balik ke jantung sebagaimana halnya pada maneuver valsava (ekshalasi dengan glottis tertutup).
b.      Sinkop pascamiksi
Suatu keadaan yang biasanya terlihat pada lansia selama atau sesudah urinasi.  Khususnya  setelah  bangkitan  dari  posisi  berbaring,  barangkali merupakan tipe khusus sinkop vasodepressor. Diperkirakan bahwa pelepasan tekanan intravesikuler menyebabkan vasodilatasi mendadak yang diperberat lagi dengan berdiri, dan bahwa bradikardia yang terjadi lewat mediator vagal merupakan factor yang turut menyebabkan sinkop tersebut.
c.       Psikogenik
Serangan  ansietas  atau  kecemasan  acapkali  diinterpretasikan  sebagai
perasaan mau pingsan tanpa kehilangan kesadaran yang sesungguhnya. Gejala
tersebut tidak disertai dengan wajah yang pucat dan juga tidak menghilang
setelah pasien dibaringkan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala lain yang
menyertai, dan bagian dari serangan tersebut dapat ditimbulkan kembali
dengan hiperventilasi. Dua mekanisme yang diketahui terlibat dalam proses
terjadinya serangan tersebut adalah penurunan kadar karbon dioksida sebagai
akibat hiperventilasi dan pelepasan hormone epineprin. Hiperventilasi akan
mengakibatkan hipokapnia, alkalosis, peningkatan resistensi serebrovaskuler
dan penurunan aliran darah serebral.
d.      Nyeri ligamentosa atau visceral berat
e.       Dapat juga terjadi sebagai kelanjutan vertigo berat.

2.3  Faktor Resiko
Berdasarkan San Fransisco Syncope Rule (SFSR), terdapat lima kriteria yang dapat dipakai untuk menentukan risiko jangka pendek (7 hari) untuk pasien dengan syncope. Kriteria itu adalah pasien dengan gagal jantung kongestif, nilai hematokrit <30%, kelainan EKG (irama nonsinus dan perubahan baru), sesak napas, dan nilai sistol <90 mm Hg. Jika pasien memiliki minimal satu dari kriteria tersebut, mereka memiliki risiko jangka pendek sebesar 25% untuk mengalami outcome yang serius seperti kematian, infark miokard, aritmia jantung, emboli paru, stroke, pendarahan subaraknoid, pendarahan yang signifikan, kunjungan kembali ke UGD, atau rawat inap di rumah sakit.
Selain  itu,  American  College  of  Emergency  Physician  mengembangkan sebuah kebijakan bagi pasien syncope untuk masuk rumah sakit berdasarkan faktor risikonya. Pasien dengan usia tua dan memiliki penyakit penyerta, EKG yang abnormal, nilai hematokrit <30%, dan riwayat atau adanya penyakit gagal jantung kongestif, iskemia, atau penyakit struktural jantung lain memiliki risiko tinggi untuk mengalami efek samping yang berbahaya dan sebaiknya dibawa ke rumah sakit.
European  Society  of  Cardiology  mengembangkan  pedoman  lain  untuk mengetahui kebutuhan akan intervensi diagnostik dan terapeutik berdasarkan faktor risiko. Pasien dengan kecurigaan atau penyakit jantung struktural yang sudah ada, EKG yang abnormal, pingsan selama melakukan aktivitas fisik atau dalam posisi berbaring,  pingsan  yang  menyebabkan  luka  yang  parah (seperti  fraktur  dan pendarahan intrakranial), riwayat keluarga sudden cardiac death, atau kecurigaan malfungsi dari alat yang ditanam pada tubuh pasien disarankan masuk rumah sakit untuk evaluasi diagnostik. Indikasi terapeutik untuk masuk rumah sakit adalah pingsan  karena  aritmia  jantung,  iskemia,  penyakit  jantung  struktural,  penyakit kardiopulmoner, atau neurally-mediated bradycardia yang membutuhkan implantasi pacemaker.

2.4  Patofisiologi
Pingsan (sinkop) adalah kehilangan kesadaran secara tiba-tiba, biasanya hanya
beberapa detik atau menit, karena otak tidak mendapatkan cukup oksigen pada
bagian-bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat penurunan kesadaran
aliran darah, pengisian oksigenasi cerebral, resistensi serebrovaskuler yang dapat ditunjukkan. Jika iskemia hanya berakhir beberapa menit, tidak terdapat efek pada
otak.
Iskemia  yang  lama  mengakibatkan  nekrosis  jaringan  otak  pada  daerah perbatasan  dari  perfusi  antara  daerah  vaskuler  dari  arteriserebralis  mayor. Patofisiologi dari sinkop terdiri dari tiga tipe:
1)      Penurunan output jantung sekunder pada penyakit jantung intrinsic atauterjadi penurunan klinis volume darah yang signifikan.
2)      Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan atau venous return.
3)      Penyakit serebrovaskular klinis signifikan yang mengarahkan pada penurunan perfusi serebral. Terlepas dari penyebabnya, semua kategori ini ada beberapa factor umum, yaitu gangguan oksigenasi otak yang memadai mengakibatkan perubahan kesadaran sementara.
Aliran darah yang berkurang ke otak dapat terjadi karena 1) jantung gagal
untuk memompa darah; 2)  pembuluh-pembuluh darah tidak mempunyai cukup  kekuatan untuk mempertahankan tekanan darah untuk memasok darah ke otak; 3)
tidak ada cukup darah atau cairan didalam pembuluh-pembuluh darah; atau 4) gabungan dari sebab-sebab satu, dua, atau tiga diatas.
Perubahan-perubahan irama jantung adalah penyebab-penyebab yang paling umum  dari  pingsan  atau  syncope.  Sementara  ini  mungkin  terdengan  tidak menyenangkan, seringkali pingsan disebabkan oleh perubahan sementara pada fungsi tubuh yang normal.
Adakalanya, perubahan irama jantung (aritmia) adalah lebih berbahaya dan berpotensi mengancam nyawa. Jantung adalah pompa listrik, dan jika persoalanpersoalan sistim listrik hadir, jantung mungkin adakalanya tidak mampu untuk memompa cukup darah, menyebabkan kejatuhan-kejatuhan jangka pendek pada tekanan darah. Persoalan-persoalan elektrik mungkin menyebabkan jantung untuk berdenyut terlalu cepat atau terlalu perlahan.
Denyut jantung yang cepat atau tachycardia (tachy = cepat + cardia = jantung)
adalah irama abnormal yang dihasilkan pada kamar-kamar jantung bagian atas atau
bagian bawah dan mungkin mengancam nyawa. Jika jantung berdenyut terlalu cepat,
mungkin tidak ada cukup waktu untuknya untuk mengisi dengan darah diantara setiap denyut jantung, yang mengurangi jumlah darah yang dapat diantar jantung keseluruh tubuh. Tachycardias dapat terjadi pada segala umur dan mungkin tidak berhubungan pada penyakit jantung atherosclerotic.
Dengan bradycardia, atau denyut jantung yang lamban (brady = lamban + cardia =  jantung),  kemampuan  jantung  untuk  memompa  darah  mungkin dikompromikan. Ketika jantung menua, sistik elektrik dapat menjadi rapuh dan jantung  terhalang,  atau  gangguan-gangguan  dari  sistim  elektrik  dapat  terjadi, menyebabkan denyut jantung untuk melambat.
Disamping persoalan-persoalan struktur elektrik dengan jantung, obat-obat
mungkin adalah tertuduhnya. Ketika mengkonsumsi obat-obat yang diresepkan untuk
kontrol tekanan darah [contohnya, beta blockers seperti metoprolol (Lopressor, Toprol XL), propranolol (Inderal, Inderal LA), atenolol (Tenormin), atau calcium channel blockers seperti diltiazem (Cardizem, Dilacor, Tiazac), verapamil (Calan, Verelan dan lain-lain), amlodipine (Norvasc)], jantung dapat adakalanya menjadi lebih sensitif pada efek-efek dari obat-obat ini dan berdenyut lambat secara abnormal dan mengurangi output (keluaran) dari jantung.
Kehilangan  dari  cairan  intravascular,  itu  adalah  darah  dan  air  didalam
pembuluh-pembuluh darah, dapat juga menyebabkan pingsan atau syncope. Biasanya,
pingsan akan terjadi ketika seseorang berdiri dengan cepat dan tidak ada cukup waktu
untuk tubuh untuk mengkompensasi dengan membuat jantung berdenyut lebih cepat,
atau mempunyai pembuluh-pembuluh darah untuk mengerut untuk mempertahankan
tekanan  darah  tubuh  dan  aliran  darah  ke  otak.  Ini  dirujuk  sebagai  postural
hypotension.

2.5  Manifestasi Klinis
Manifestasi pada pasien sinkop bervariasi tergantung dari etiologinya. Pada umumnya  orang  dengan  sinkop  akan  mengalami  gejala  yang  meliputi  pusing, penglihatan  kabur,  berkunang-kunang,  berkeringat,  dan  pucat.  Sinkop  sering disebabkan oleh karena penyebab kardiovaskular maupun neurologikal.
1)      Penyebab cardiovascular :
Hipoxia cerebral akibat perfusi yang buruk yang menyebabkan kehilangan kesadaran sementara. Peningkatan pada kapasitas vaskular atau penurunan curah jantung dapat menyebabkan  perfusi  otak  yang  buruk.  Curah  jantung  dapat  berkurang  akibat hipovolemia atau perubahan pada detak jantung seperti bradikardia atau kelainan detak jantung.
Sinkop kardiovaskular biasanya dikarakteristikan sebagai : gejala prodormal seperti : berkeringat, pusing, perubahan pada penglihatan. Fase sinkop seperti : kelemahan otot, konfusi . Fase penyembuhan yang cepat dan dikarakterisasikan kesadaran yang cepat
2)      Pada hipotensi ortostatik :
ü   Kepala terasa ringan, pusing, gangguan penglihatan
ü   Lemah, berdebar, gemetar à sinkop
3)      Penyebab neurologikal :
Sinkop neurologikal sering diasosiasikan dengan perubahan pada aktivitas listrik pada otak. Sinkop sendiri harus dapat dibedakan dengan kejang. Pada pasien kejang lebih sering mengalami perubahan gerakan motorik, proses penyembuhan yang lebih lama, dan perubahan pada EEG saat terjadinya serangan.
4)      Pada kelainan metabolik :
Hipoglikemia
Dapat terjadi pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Biasanya terjadi cepat, dengan periode selama beberapa menit. Gejala awal biasanya pusing dan kepala terasa ringan. Keringat  berlebihan  dan  hipersalivasi  juga  sering  terjadi.  Pasien  juga  tampak kebingungan dan terjadi kelemahan dan inkoordinasi.
Hiperglikemia
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan sinkop. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan diabetes, termasuk diabetes ketoacidosis. Gejala pada  umumnya  adalah  penurunan  berat  badan,  haus,  dan  urine  output  yang meningkat. Pasien juga terlihat dehidrasi, kulit kering, dan tercium bau keton dari nafasnya. Terdapat juga karakteristik yaitu pernafasan yang dalam dan berat yang disebut dengan Kussmaul's breath.
5)      Respon pupil dan diagnosis yang memungkinkan :
Tanda pupil:
ü  Keduanya tetap dan dilatasi à kematian, syok hipovolemik, obat seperti atropin,  adrenalin, dan ecstasy
ü  Unilateral tetap dan dilatasi à cedera kepala, stroke
ü  Keduanya pinpoint dan konstriksi à overdosis opium
ü  Konstriksi bilateral à stroke batang otak
ü  Pupil ireguler à trauma, riwayat operasi mata

2.6  Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis sinkop sering merupakan sesuatu keadaan sulit. Hal ini disebabkan karena kejadian sinkop tersebut secara tiba-tiba dan jarang, sehingga  sulit  untuk  dapat  melakukan  pemeriksaan  fisik  ataupun membuat  rekaman  jantung  saat  kejadian  tersebut.  Untuk  itu  perlu pemeriksaan   lebih   lanjut   untuk   mendiagnosis   sinkop   sehingga penatalaksanaan dapat segera dilakukan.
1)      Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Pada  pasien  sinkop  kehilangan  kesadaran  terjadi  akibatnya berkurangnya perfusi darah diotak. Penting diketahui riwayat kejadian disaat-saat  sebelum  terjadinya  sinkop  tersebut  untuk  menentukan penyebab sinkop serta menyingkirkan diagnosis banding  yang ada. Dari  anamnesis  harus  ditanyakan  riwayat  pasien  secara  teliti sehingga  dari  riwayat  tersebut  dapat  mengambarkan  kemungkinan penyebab sinkop atau dapat sebagai petunjuk untuk strategi evaluasi pada pasien. Gambaran klinis yang muncul pada setiap pasien sangat penting untuk diketahui terutama faktor-faktor yang dapat merupakan predisposisi terjadinya sinkop beserta akibatnya.
Hal-hal penting yang ditanyakan pada saat anamnesis tercantum pada tabel1 berikut. Sebaiknya semua hal yang tercantum ditanyakan secara teliti dan seksama, selain berguna untuk diagnosis, mengetahui riwayat kejadian juga dapat merupakan strategi untuk evaluasi. Sebagai contoh, penyebab kardiak sangat mungkin ddipikirkan apabila sinkop didahului  dengan  keluhan  berdebar-debar  atau  sinkop  terjadi  pada posisi terlentang atau pada saat/selama melakukan aktivitas fisik.


Pertanyaan pada anamnesis pasien dengan sinkop.
Pertanyaan seputar keadaan saat sebelum serangan.
ü  Pasien (duduk, terlentang atau berdiri)
ü  Aktivitas   (istirahat,  perobahan  posisi, sedang/habis  melakukan latihan fisik, sedang atau sesaat    setelah berkemih, buang air besar, batuk atau menelan).
ü  Faktor-faktor  predisposisi            (misalnya  tempat  ramai  atau  panas, berdiri dalam waktu lama, saat setelah makan) dan faktor yang
memberatkan (misalnya ketakutan, nyeri hebat, pergerakan leher)

Pertanyaan mengenai saat terjadinya serangan.
ü  Mual, muntah, rasa tidak enak diperut, rasa dingin, berkeringat,
nyeri pada leher atau bahu, penglihatan kabur.

Pertanyaan mengenai serangan yang terjadi (saksi mata)
ü  Bagaimana cara seseorang tersebut jatuh (merosot atau berlutut),
warna  kulit (pucat,  sianosis,  kemerahan),  lamanya  hilangnya
kesadaran, jenis pernafasan (mengorok), pergerakan (tonik, klonik,
tonik-klonik),   lama   kejadiannya,   jarak   antara   timbulnya
pergerakan tersebut dengan kejadian jatuh, lidah tergigit)

Pertanyaan mengenai latar belakang
ü  Riwayat keluarga dengan kematian mendadak, penyakit jantung
aritmogenik kongenital atau pingsan.
ü  Riwayat penyakit jantung sebelumnya.
ü  Riwayat kelainan neurologis (parkinsonisme, epilepsi, narkolepsi)
ü  Gangguan metabolik (misalnya diabetes melitus)
ü  Obat-obatan (anti hipertensi, anti depresan, antiaritmia, diuretika
dan obat-obatan yang dapat membuat QT memanjang)
ü  Bila terjadi sinkop berulang, keterangan mengenai berulangnya
sinkop  misalnya  waktu  dari  saat  episode  sinkop  pertama  dan jumlah rekurensi yang terjadi.
2)      Pemeriksaan Fisik
a)      Airway, breathing, circulation
b)      Tanda-tanda Vital : tekanan darah, nadi, laju pernafasan, suhu
c)      Pemeriksaan fisik jantung (mencari etiologi sinkop akibat jantung seperti mendengarkan murmur), neurologi (defisit neurologis, neuropati perifer), abdomen dan pelvis (untuk mendiagnosis ada tidaknya perdarahan saluran pencernaan, aneurisma aorta, rupture kehamilan ektopik, dan lain-lain).
d)     Pemeriksaan rektal (Rectal  examination) untuk  mengetahui  ada  tidaknya perdarahan  saluran pencernaan.
e)      Tes hipotensi ortostatik Dalam pemeriksaan ini, pasien diminta untuk berbaring (supinasi) selama 5-10 menit dan setelah itu pasien diminta untuk berdiri. Kemudian ukur tekanan darah pasien 2-3 kali selama beberapa menit.
f)       Tanda trauma yang terjadi
g)      Carotid massage
Pemeriksaan  ini  dilakukan  untuk  menilai  hipersensitivitas  sinus  carotis.
Pemeriksa melakukan pijatan pada daerah A. carotis (tidak boleh bersamaan)
selama 5-10 detik lalu lihat tanda-tanda pada pasien (dapat terjadi penurunan
nadi   dan perubahan tekanan darah). Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan
untuk pasien yang memiliki riwayat infark miokard, stroke, atau ventricular
tachycardia, serta bila terdengar carotid bruit pada hasil auskultasi). Selama
pemeriksaan, pasien harus dipantau dengan EKG secara terus menerus dan
monitoring tekanan darah.
Pemijatan  pada  sinus  karotis  ini  adalah  suatu  teknik  dengan melakukan tekanan secara halus pada sinus karotis.
Indikasi :
Pasien dengan umur lebih 40 tahun dengan sinkop yang tidak diketahui penyebabnya setelah evaluasi awal. Pada pasien dengan resiko strok karena penyakit arteri karotis, pemijatan harus dihindarkan.
Metodologi :
Pemijatan dilakukan dengan posisi pasien telungkup dan tegak lurus, pemijatan dilakukan dari samping kiri dan kanan, dengan monitoring EKG dan tekanan darah. Lama pemijatan minimal 5 detik dan maksimal 10 detik.
Diagnosis. :
Test positif bila selama atau segera setelah pemijatan terjadi asistole ≥ 3 detik dan atau terjadi penurunan tekanan sistolik ≥ 50 mmHg.
h)      Manuver hiperventilasi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien usia muda dengan etiologi sinkop yang tidak diketahui. Pasien diminta bernafas dengan mulut terbuka (tarik nafas lambat dan dalam) dengan laju 20-30 kali per menit dalam 2-3 menit  lalu  amati  perubahan  yang terjadi  pada  pasien.  Rekurensi gejala prodromal atau sinkop menunjukkan kaitan sinkop dengan gangguan psikiatri (anxiety related syncope).
i)        Exercise stress testing
Pasien diminta untuk melakukan latihan fisik tertentu lalu amati fungsi jantungnya. Bila setelah melakukan latihan pasien menjadi hipotensi dan bradikardia, maka pasien mengalami instabilitas vasomotor reflektif. Pasien yang tidak dapat menjalani pemeriksaan ini merupakan pasien yang menderita infark miokard dan aritmia ventrikel. Indikasi :
Sinkop yang terjadi selama atau setelah  latihan.
Diagnosis.
Klas I :
ü  Bila ada EKG dan hemodinamik abnormal dan sinkop terjadi selama atau segera setelah latihan.
ü  Jika Mobitz derjad II atau AV Blok derjad III terjadi selama latihan meskipun tanpa sinkop.
Klasifikasi respon positif dari Tilt testing.
Tipe 1.Campuran.
Denyut jantung menurun pada saat sinkop tetapi laju ventrikel tidak menurun <40 kali/ menit atau turun sampai <40 kali/menit selama minimal 10 detik dengan atau tanpa periode asistol<3 detik. Tekanan darah menurun sebelum penurunan denyut jantung.
Tipe 2A. Hambatan kardiak tanpa asistol
Denyut jantung menurun sampai laju ventrikel <40 kali/menit selama lebih dari 10 detik tetapi tidak terjadi   episode asistol yang > 3 detik. Tekana darah menurun sebelum penurunan denyut jantung.
Tipe 2B. Hambatan kardiak dengan asistol
Asistol terjadi >3 detik. Tekanan darah menurun bersamaan dengan atau terjadi sebelum penurunan denyut jantung.
Tipe 3. Vasodepresor.
Denyut jantung tidak menurun > 10 % dari puncaknya saat sinkop.
Pengecualian 1. Inkompetensi kronotropik
Tidak terjadi peningkatan denyut jantung selama tilt testing (misalnya <10% dari laju pre-tilt testing).
Pengecualian 2. Peningkatan denyut jantung berlebihan.
Peningkatan denyut jantung yang berlebihan pada saat posisi tegak dan selama waktu sebelum sinkop (misalnya >130 kali/menit.
j)        Head up tilt table testing
Dalam pemeriksaan ini, pasien berbaring dalam posisi horisontal selama 10
menit lalu meja akan digoyang 60-80o selama 45 menit. Manuver ini akan
memberikan  efek  penurunan  central  venous  pressure (CVP),  pengisian ventrikel jantung, stroke volume, serta mean arterial pressure (MAP). Hasil pemeriksaan ini positif bila terjadi sinkop atau presinkop dan hipotensi dengan atau tanpa bradikardia. Test  ini 
merupakan  pemeriksaan  standar  dan  sudah  diterima secara  luas  sebagai  salah  satu  uji  diagnostik  pada  evaluasi  pasien dengan sinkop.
Indikasi Tilt-Table-Testing :
ü  Serangan sinkop pertama kali yang tidak dapat diterangkan pada pasien resiko tinggi, atau sinkop berulang tanpa adanya penyakit jantung organik.
ü  Pasien  dengan  sinkop  yang  dimediasi  persyarafan            (Neurally-mediated syncope).
ü  Bila diketahui karakteristik hemodinamik sinkop dapat merubah terapi.
ü  Untuk membedakan sinkop dengan kejang karena epilepsi.
ü  Untuk mengevaluasi pasien dengan sinkop berulang yang tidak dapat dijelaskan.
ü  Untuk menilai pre-sinkop berulang atau pusing.
Metodologi :
Klas I.
ü  Pasien telungkup   minimal 5 menit bila tidak ada kanulasi vena, dan sedikitnya 20 menit bila dilakukan kanulasi.
ü  Sudut kemiringan 60-70 derjat.
ü  Fase pasif minimal 20 menit dan maksimal 45 menit.
ü  Penggunaan  isoprenaline  atau  isoproterenol  intravena,  atau nitrogliserin  sublingual  untuk  obat  provokasi  jika  fase  pasif negatif. Test provokasi dilakukan selama 15-20 menit.
ü  Isoproterenol  diberikan          1-3       µg/menit,  untuk  meningkatkan denyut jantung 20-25 % dari denyut jantung sebelumnya.
ü  Nitrogliserin 400 µg sublingual dengan posisi berdiri tegak.
ü  Test positif bila terjadi sinkop.
Klas II
ü  Ada perbedaan pendapat pada kasus yang diinduksi pre-sinkop
Diagnosis :
Klas I
ü  Pada pasien tanpa kelainan struktur jantung, tilt testing sebagai diagnostik, dan tidak ada test lain yang dilakukan bila timbul sinkop secara spontan.
ü  Pada pasien dengan kelainan struktur jantung, penyebab kardiak dapat  disingkirkan  sebelumnya  untuk  mempertimbangkan  tilt testing positif pada sinkop yang dimediasi persyarafan.
Klas II.
Secara klinik respon abnormal lainnya dari sinkop tidak jelas.
k)      ATP Test
Indikasi :
Pada keadaan tidak adanya data yang kuat, test ini dilakukan terakhir untuk menegakkan diagnosis.
Metodologi :
Bolus 20 mg ATP dengan monitor EKG. Bila asistole > 6 detik atau blok atrioventrikular        > 10 detik, berarti abnormal.
Diagnosis :
Test ATP dapat menyebabkan respon abnormal pada beberapa pasien sinkop  yang  tidak  diketahui sebabnya, dengan gambaran klinik dan prognosis yang baik. Terapi khusus harus ditunda sampai mekanisme sinkop dapat dijelaskan.
3)      Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan darah rutin seperti elektrolit, enzim jantung, kadar gula  darah  dan  hematokrit  memiliki  nilai  diagnostik  yang  rendah, sehingga  pemeriksaan  tersebut  tidak  direkomendasikan  pada  pasien dengan sinkop kecuali terdapat indikasi tertentu dari hasil anamnesis dan  pemeriksaan  fisis,  misalnya  pemeriksaan  gula  darah  untuk
menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia dan kadar hematokrit untuk
mengetahui  kemungkinan  adanya  perdarahan  dan  lain-lain.  Pada keadaan   sindrom   QT   memanjang   keadaan   hipokalemia   dan hipomagnesemia  harus  disingkirkan  terlebih  dahulu.  Tes  kehamilan harus  dilakukan  pada  wanita  usia  reproduksi, terutama  yang  akan menjalani head-up tilt testing atau uji elektrofisiologi.


4)      Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan  elektrokardiografi  harus  selalu  dilakukan  pada pasien  sinkop  walaupun  tidak  banyak  informasi  yang  didapat  bila sinkop tersebut disebabkan nonkardiak. Beberapa penemuan penting yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ini serta kemungkinan dapat diidentifikasi sebagai penyebab sinkop antara lain pemanjangan interval QT, pemendekan interval PR dan   gelombang delta (pada sindrom Wolf-
Parkinson-White), blok berkas cabang kanan dengan elevasi segmen ST
(pada  sindrom  Brugada),  infark  miokard  akut,  blok  atrioventrikular derajad   tinggi.   Banyak   pasien   sinkop   menunjukan   rekaman elektrokardiografi   yang  normal.   Hai  ini   sangat   berguna   untuk menunjukan kemungkinan kecil penyebab sinkop berasal dari kelainan
kardiak, yang berhubungan dengan prognosis yang lebih baik, terutama bila terjadi pada pasien usia muda yang mengalami sinkop
.
Gambaran EKG yang menunjukan sinkop akibat aritmia.
ü  Blok  bifasikular    (didefinisikan  sebagai  blok  berkas  cabang  kiri atau blok berkas cabang kanan atau blok fasikular posterior kiri).
ü  Abnormalitas/kelainan konsuksi intraventrikular lain (durasi QRS  > 0,12 detik).
ü  Blok atrioventrikular derajat dua Mobitz I
ü  Bradikardia sinus asimptomatik (<50 derajad permenit) atau blok sinoatrial.
ü  Komplek QRS praeksitas
ü  Interval QT memanjang.
ü  Pola blok berkas cabang kanan dengan elevasi ST pada sadapan V1-V3 (sindrom Brugada)
ü  Gelombang  T negatif pada  sadap prakordial kanan, gelombang epsilon dan kelambatan ventrikular yang berpotensi pada dugaan dispasia ventrikular kanan aritmogenik.
ü  Gelombang Q diduga infark miokard.
5)      Ekokardiografi
Digunakan sebagai uji penapisan untuk deteksi penyakit jantung pada pasien dengan sinkop. Walaupun mempunyai nilai diagnosis yang rendah bila dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan EKG tidak ditemukan abnormalitas  kardiak.  Pada  pasien  yang  mengalami  sinkop  dan presinkop dengan pemeriksaan fisik yang normal, kelainan yang paling sering ditemukan (4-6% sampai 18-50%) adalah prolaps katup mitral. Abnormalitas  kardiak  lain  termasuk  penyakit  katup  jantung  paling banyak stenosis aorta.
Kardiomiopati, abnormalitas pergerakan dinding ventrikel regional yang  menunjukan  kemungkinan  terdapat  infark  miokard,  penyakit jantung  infiltratif seperti  amiloidosis, tumor  kardiak, aneurisma  dan tromboemboli  atrial. Penemuan  kelainan  kardiak  ini  penting  sebagai stratifikasi resiko. Bila ditemukan kelainan jantung yang   sedang-berat maka evaluasi langsung dilakukan pada penyebab kardiak dari sinkop
tersebut.  Disisi  lain  bila  kelainan  struktur  yang  ditemukan    hanya ringan kemungkinan sinkop  kardiak menjadi kecil sehingga evaluasi
dilanjutkan seperti pada seseorang tanpa kelainan struktur jantung.
6)      Elektrofisiologi
Dilakukan bila dicurigai sinkop disebabkan   oleh aritmia (pasien dengan abnormalitas EKG dan atau terdapat penyakit struktur jantung atau sinkop yang berhubungan dengan palpitasi atau pasien dengan riwayat kematian mendadak pada keluarga). Sedangkan untuk diagnosis dikatakan apabila hasil elektrofisiologi normal tidak dapat sepenuhnya menyingkirkan  aritmia  sebagai  penyebab  sinkop,  sangat  dianjurkan untuk  melakukan  pemeriksaan  selanjutnya.  Pada  beberapa  keadaan dikatakan  elektrofisiologi  sangat  tinggi  nilai  diagnostiknya  sehingga tidak diperlukan pemeriksaan tambahan lain.


2.7  Alogaritma Penanganan Sinkop
2.8  Penatalaksanaan
Pingsan atau disebut juga sinkop ialah kehilangan kesadaran sesaat karena aliran darah ke otak untuk sementara berkurang. Berbeda dengan shock, denyut nadi menjadi lebih lambat, meskipun akan segera meningkat kembali. Biasanya pasien bisa segera pulih.
Dalam menangani pasien yang mengalami sinkop, kita harus bisa memastikan faktor pencetus atau penyebab sehingga penanganan yang dilakukan bisa sesuai. Penyebab pingsan yang patut kita perhatikan di antaranya adalah gangguan tonus vaskular atau volume darah, gangguan kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, serta kelainan lain seperti gangguan metabolik, psikogenik dan kejang. Sinkop yang disebabkan oleh kelainan jantung beresiko menyebabkan kematian.
Sebagai bentuk pencegahan, pasien yang mengalami sinkop berulang atau memiliki riwayat pingsan tanpa gejala terlebih dahulu sebaiknya menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan cedera lebih lanjut apabila dia sampai kehilangan kesadaran pada saat melakukan kegiatan tersebut seperti berenang sendirian, mengoperasikan mesin berat atau mengemudi. Pasien usia lanjut dengan pusing atau sinkop beresiko mendapatkan cedera traumatik. Morbiditas dan mortalitas pasien usia lanjut sangat signifikan saat mereka terjatuh ketika kehilangan kesadaran.
Sebelum seseorang pingsan, biasanya ada pertanda yang dirasakan. Oleh karena itu, bisa dilakukan pernafasan dalam, serta teknik relaksasi untuk menghindari pingsan. Teknik tersebut bisa membantu mengontrol pingsan yang berkaitan dengan regulasi tekanan darah.
Berbaring setidaknya 10-15 menit ditempat yang sejuk dan tenang. Pada saat muncul gejala akan pingsan seperti kepala terasa ringan, mual atau kulit dingin dan lembab, dapat dilakukan counter-pressure maneuvers seperti mengepalkan jari tangan, menegangkan tangan, dan menyilangkan kaki atau merapatkan paha. Jika pingsan terjadi sering tanpa kejadian yang memicu, biasanya merupakan pertanda penyakit jantung yang mendasarinya.
Jika sudah mengalami kehilangan kesadaran, pasien sebaiknya diposisikan pada posisi yang mendukung aliran darah ke otak, terlindung dari trauma dan mendapatkan jalan nafas yang aman. Tindakan yang dapat dilakukan pada pertolongan pertama pada pingsan adalah membaringkan pasien dengan kaki ditinggikan dan ditopang. Pasien harus dipastikan bisa mendapatkan udara segar. Oleh karena itu, jendela sebaiknya dibuka atau jika berada di luar ruangan atau di keramaian, jangan sampai dikerubungi. Jika kesadaran tidak segera pulih, pernapasan dan nadi harus diperiksa serta bersiap melakukan resusitasi untuk mengantipasi apabila diperlukan.
Jika memungkinkan, pasien sebaiknya terbaring dengan posisi supinasi serta kepala menghadap ke satu sisi untuk mencegah aspirasi dan terhambatnya jalan nafas oleh lidah. Selanjutnya, penilaian nadi dan auskultasi jantung dapat membantu menentukan apakah pingsan tersebut berkaitan dengan bradiaritmia atau takiaritmia. Pakaian yang menempel ketat sebaiknya dilonggarkan, terutama pada leher dan pinggang. Stimulasi perifer seperti meneteskan air pada wajah dapat membantu menyadarkan pasien. Pemberian apapun ke mulut pasien, termasuk air, sebaiknya dihindari jika pasien masih berada dalam kelemahan secara fisik.
Secara garis besar, penatalaksanaan penurunan kesadaran ( Sinkop ) dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1)        Umum
a.         Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intracranial yang meningkat.
b.        Posisi Trendelenburg berguna untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, untuk memastikan jalan nafas lapang. Gigi palsu dikeluarkan serta lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
c.         Lakukan  imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infuse sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
d.        Pasang monitor jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan EKG.
e.         Pasang nasogastric tube, keluarkan isi lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga terjadi intoksikasi. Berikan thiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb.
2)        Khusus
Pada herniasi
a.         pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2 : 25-30 mmHg
b.        Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
c.         Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
d.        Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operable seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi
Tanpa herniasi
a.         Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti
b.        Jika pada CT scan tidak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan fungsi lumbal. Jika LP positif ada infeksi, berikan antibiotic yang sesuai. Jika ada pedarahan terapi sesuai dengan pengobatan subarachnoid hemorrhage.
c.         Pasien yang mengalami sinkop vasovagal sebaiknya diinstruksikan untuk menghindari situasi atau stimulus yang menyebabkan dia kehilangan kesadaran sebelumnya atau bisa juga disarankan untuk berbaring apabila gejala awal pingsan mulai terasa. Tilt training, berdiri dan bersandar melawan tembok dengan waktu yang semakin lama tiap harinya, biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami intoleransi ortostatik. Jika pingsan berkaitan dengan deplesi volume intravaskular, pemberian garam dan cairandapat dilakukan untuk mencegah pingsan.
d.        Sinkop vasovagal yang persisten dapat ditangani dengan terapi obat terutama jika sering terjadi maupun berkaitan dengan resiko tertentu terhadap cedera. Antagonis reseptor β-adrenergik seperti metoprotol (25-50 mg), atenolol (25-50 mg) atau nadolol (10-20 mg) merupakan obat yang sering digunakan. Obat-obatan tersebut dapat mengurangi peningkatan kontraktilitas miokardial yang menstimulasi mekanoreseptor ventrikel kiri dan juga mengeblok reseptor serotinin sentral. Serotonin reuptake inhibitorseperti paroxetine (20-40mg), sertraline (25-50 mg) juga bisa digunakan. Kedua obat ini sering digunakan sebagai obat lini pertama terutama pada pasien muda. Selain itu, obat antidepresan seperti bupropion SR (150 mg) juga juga terkadang digunakan.
e.         Pemberian Hidrofludrokortison (0,1-0,2 mg) dapat memberikan efek retensi natrium, ekspansi volume, dan vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan sensitifitas β-reseptor terhadap katekolamin endogen. Obat tersebut bisa efektif diberikan pada pasien sinkop dengan deplesi volume intravaskular serta hipotensi postural. Proamatine (2,5-10 mg), sebuah α-agonist juga biasa digunakan sebagai agen lini pertama. 2,3
f.         Disopiramid (150 mg), obat antiaritmia vagolitik dengan inotropik negatif, serta vagolitik lain seperti transdermal scopolamine, telah digunakan untuk menangani sinkop vasovagal. Begitu juga dengan teofilin dan efedrin. Selain dengan obat, pasien dengan artimia juga bisa ditatalaksana dengan pemasangan pacemaker.
g.        Pasien dengan hipotensi ortostatik sebaiknya diinstuksikan untuk bangun secara perlahan dan sistematis dari ranjang ke kursi. Pergerakan kaki sebelum bangkit bisa membantu venous return dari ekstremitas bawah. Jika memungkinkan, pengobatan yang dapat memperburuk keadaan seperti vasodilator dan diuretik sebaiknya tidak dilanjutkan.2,4 Elevasi kepala dan penggunaan kompresi stocking juga bisa membantu. Terapi tambahan yang bisa dilakukan di antaranya adalah pemberian garam dan obat-obatan seperti simpatomimetik amin, monoamine oksidase inhibitor, beta blocker, dan levodopa. Sementara itu, pasien dengan hipotensi postprandial sebaiknya menghindari makan besar serta aktivitas fisik setelah makan.
h.        Neuralgia glosofaringeal dapat ditangani dengan carbamazepine, yang dapat menangani pingsan sekaligus nyerinya. Pasien dengan sindrom sinus karotis sebaiknya menghindari pakaian atau situasi yang dapat menstimulasi baroreseptor. Jangan menggunakan pakaian yang ketat pada leher serta menghindari gerakan leher yang berlebihan. 3 Saat menoleh ke satu sisi, disarankan untuk menggerakan seluruh badan, tidak hanya kepala saja. Paroxetine merupakan obat yang cukup terbukti memperbaiki gejala sinkop vasovagal, tetapi tidak disarankan untuk pasien geriatri. 3Sinkop yang sering terjadi karena respopn kardioinhibitori terhadap stimulasi sinus karotis sebaiknya ditangani dengan pemasangan pacemaker permanen.
i.          Individu dengan sinkop yang tidak bisa dijelaskan oleh semua pemeriksaan kemungkinan besar berkaitan dengan kondisi psikiatri. Pasien dengan sinkop sebaiknya dirawat di rumah sakit jika kejadiannya berkaitan dengan abnormalitas yang mengancam nyawa atau kambuh dengan kemungkinan cedera yang signifikan. Pemeriksaan dengan elektrokardiogram juga sebaiknya dilakukan. Jika kondisi jantung pasien normal atau jelas pingsan karena pengaruh vasovagal atau sinkop situasional, pasien bisa dipulangkan.
3)        Nutrisi dan suplemen
Mengingat banyak kasus yang berkaitan dengan jantung, suplemen yang diberikan biasanya berguna untuk meningkatkan kesehatan jantung.
a.         Asam lemak omega-3, seperti minyak ikan, berguna untuk menurunkan inflamasi serta meningkatkan kesehatan jantung. Penggunaan bersama warfarin harus diperhatikan karena dapat meningkatkan resiko perdarahan.
b.        Multivitamin harian yang berisi vitamin antioksidan seperti A, C, E, vitamin B dan mineral (Mg, Ca, asam folat, Zinc, dan Selenium).
c.         Koenzim Q10, 100-200 mg pada bedtime yang merupakan antioksidan.
d.        Acetyl-L-carnitine, 500 mg perhari (antioksidan)
e.         Alpha-lipoic acid, 25-50 mg dua kali perhari (antioksidan)
f.         L-arginine (1-2 gram satu atau dua kali perhari). Tidak disarankan pada pasien dengan infeksi virus seperti herpes.


Zat-zat herbal yang dapat digunakan di antaranya adalah :
a.         Green tea (camellia sinensis), 250-500 mg perhari, merupakan antioksidan dan antiinflamasi.
b.        Bilberry (Vaccinium myrtillus). 80 mg dua sampai tiga kali perhari, merupakan antioksidan yang membantu memperlancar sirkulasi.
c.         Ginkgo (Ginkgo biloba), 40-80 mg tiga kali perhari, merupakan antioksidan.

Penatalaksanaan pasien dengan sinkop sangat tergantung dari diagnosis  yang  telah  dibuat,  seperti  pasien  dengan  sinkop  yang disebabkan oleh blok atrioventrikular atau sick sinus syndrome   harus dilakukan  pemasangan  pacu  jantung  menetap,  tatalaksana  pasien dengan  sindrom  Wolf-Parkinson-White  membutuhkan  ablasi  kateter, sedangkan  pasien  dengan  takikardia  ventrikel  kemungkinan  harus dilakukan implantasi defibrillator. Berikut ini adalah penatalaksanaan sinkop secara khusus sesuai dengan penyebabnya :
1)      Sinkop neurokardiogenik
Pada pasien sinkop berulang atau sinkop yang berhubungan dengan cedera fisik atau stress pada pasien. Pendekatan non farmakologik adalah pilihan pertama seperti edukasi dan pencegahan terhadap faktor resiko terjadi ny sinkop berulang Pendekatan  farmakologik  nya  adalah  diberikan  beta  blocker,  alfa  agonist, paroxetine dan enalapril
2)      Sinkop vasovagal
Terapi farmakologik yang direkomendasikan adalah disopiramid, antikolinergik, teofilin dan clonidine.
3)      Pacu jantung
Secara teoritis memiliki manfaat pada pasien yang di dominasi dengan kelainan pada kardioinhibisi dibandingkan respon vasodepresan.
4)      Sinkop aritmia
Belum banyak data yang mengevaluasi efek antiaritmia namun hingga saat ini
dipertimbangkan  pemasangan  defribilator  intrakardiak  pada  pasien  yang
mengalami sinkop namun harus disesuaikan dengan criteria pasien yang pernah menglami infark miokard, ejeksi fraksi nya < 35%. Sedangkan pada pasien yg mengalami bradiaritmia perlu dipasangkan pacu jantung
Belum banyak  data  yang  mengevaluasi  efek  antiaritmia  baik
farmakologis ataupun  pemasangan  alat  pada  pasien  dengan  episode
sinkop akibat aritmia. Saat ini telah dipertimbangan untuk pemasangan
defibrilator  intrakardiak  pada  pasien  yang  mengalami  sinkop  dan
membutuhkannya sesuai rekomendasi dari American College Cardiology
(ACC) / American Heart Association (AHA) yaitu pasien dengan riwayat
infark  miokard  dengan  ejection  fraction, 35%  atau  sama  terdapat dokumentasi yang membuktikan terjadinya takikardia ventrikular yang  tidak menetap dan takikardia ventrikular  yang diinduksi pada studi  elektrofisiologi  atau  kejadian  takikardia  ventrikular  yang  spontan.  Sedangkan  pacu  jantung  harus  dipasang  pada  pasien  dengan  bukti  dokumentasi terjadinya bradiaritmia berat atau simptomatik.
Penatalaksanaan  pasien  dengan  Torsades  de  Pointes  adalah dengan  pemberian  magnesium  sulfat,  pemasangan  pacu  jantung sementara (pada keadaan bradikardia) dan obat penyekat beta.
Sedangkan  penatalaksanaan  Sick  Sinus  Syndrome  tergantung pada irama dasarnya. Umumnya diperlukan pemasangan pacu jantung permanen.  Pada  keadaan  bradikardia  diperlukan  kombinasi  obat antiaritmia dan pacu jantung permanen.
Secara umum penatalaksanaan pasien sinkop kardiak terdiri dari tiga cara yaitu terapi farmakologi, pemasangan pacu jantung dan terapi bedah. Untuk pasien dengan kardiomiopati hipertropi dapat berespon dengan terapi farmakologi dengan menggunakan beta bloker, calcium channel blocker dan obat antiaritmia lainnya, sedangkan untuk pasien kelainan  irama  jantung  diperlukan  pemasangan  alat  pacu  jantung. Untuk pasien yang penyebab sinkop kardiaknya disebabkan kelainan struktur  jantung  seperti  Stenosis  Aorta,  terapi  bedah  mungkin diperlukan.
Penatalaksanaan pasien sinkop karena kelainan irama.
Klas I :
Pasien  yang  menderita  sinkop  karena  aritmia  jantung  dan kondisi  yang  mengancam  kehidupan  atau  trauma  dengan     resiko tinggi harus mendapat terapi yang cepat.
Klas II :
ü  Pengobatan  dilakukan  bila  culprit  arrhytmia  tidak  ada  dan aritmia  yang  mengancam  kehidupan  diperkirakan  dari  data pengganti.
ü  Pengobatan  dilakukan  bila  ada  culprit  arrhytmia  tapi  tidak mengancam kehidupan atau ada resiko tinggi.



Indikasi perawatan rumah sakit pasien dengan sinkop :
ü  Mempunyai  riwayat  penyakit  arteri  koroner,  gagal  jantung kogestif atau aritmia ventrikular.
ü  Disertai gejala nyeri dada.
ü  Pada   pemeriksaan   fisik   terdapat   kelainan  katup   yang bermakna,  gagal  jantung  kongestif,  strok  atau  gangguan neurologik fokal.
ü  Pada pemeriksaan EKG ditemukan gambaran iskemia, aritmia, interval QT memanjang atau blok berkas cabang.
ü  Kehilangan  kesadaran  tiba-tiba  disertai  terjadinya  cedera, denyut  jantung yang  cepat  atau  sinkop  yang  berhubungan dengan aktivitas.
ü  Frekuensi kejadian meningkat, kemungkinan penyakit jantung koroner atau terdapat aritmia (misalnya pada pemakaian obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya torsade de pointes)
ü  Hipotensi ortostatik sedang-berat
ü  Usia diatas 70 tahun.
5)      Sinkop metabolisme
Segera  koreksi  kelainan  metabolisme  pada  pasien  tersebut  seperti  sinkop hipoglikemi maka harus segera berikan cairan gula untuk mengoreksi hipoglikemi pada pasien tersebut serta hentikan penggunaan obat peningkat insulin. Selain itu seperti  sinkop  hipoksia  juga  harus  segera  di koreksi hipoksianya dengan menggunakan oksigen atau air mask segera mungkin.

2.9  Prognosis Sinkop
Cardiac  syncope  memiliki  prognosis  yang  paling  buruk  dibanding  jenis syncope lainnya. Pasien dengan cardiac syncope umumnya memiliki keterbatasan yang signifikan dalam kegiatan sehari-hari dan kejadian syncope dapat menandakan perkembangan dari penyakit yang mendasari syncope. Angka kematian pada tahun pertama untuk cardiac syncope diperkirakan mencapai 18-33%. Ada 4 faktor resiko sebagai prediktor yang signifkan dari angka kejadian kematian mendadak dalam satu tahun pasca terjadinya syncope : hasil EKG abnormal, usia diatas 45 tahun, riwayat ventricular dysrhythmia, dan riwayat penyakit jantung kongestif. Pasien muda dengan hasil pemeriksaan fisik yang normal dan hasil EKG yang normal umumnya memiliki resiko morbiditas yang rendah.
Noncardiac  syncope  seperti  akibat  vasovagal  dan  orthostatic  memiliki prognosis  yang  baik.  Kejadian  vasovagal  syncope  tidak  meningkatkan  angka kematian dan jarang menimbulkan rekurensi. Orthostatic syncope juga meningkatkan resiko kematian namun rekurensi dapat meningkatkan angka morbiditas dan luka  sekunder. Selain itu, pasien syncope dengan defisit neurologis juga meningkatkan resiko morbiditas.

2.10          Pencegahan Sinkop
Pencegahan tergantung pada mekanisme yang terlibat. Pada keadaan sinkop vasovagal yang biasanya ditemukan diantara para remaja dan cenderung terjadi pada saat mengalami guncangab emosional, keletihan, perasaan lapar, dll. Tindakan yang menganjurkan pasien untuk menghindari semua keadaan ini sudah memadai. Pada pasien hipotensi postural, pasien harus diingatkan agar tidak bangkit secara mendadak dari tempat tidur. Sebaiknya pasien tidur dengan ranjang yang ditinggikan sampai 8 hingga 12 inci bagian kepala oleh ganjal kayu dan mengenakan sabuk perut elastic serta stocking elastis. Obat golongan dari efedrin dapat bermanfaat jika pemakaiannya tidak menimbulkan insomnia.
Pada sindroma hipotensi postural yang kronis, preparat mineralkortikoid yang khusus (tablet  fludrohidrokortison  asetat           0,1  hingga      0,2  mg/hari  dalam  dosis  terbagi).
Penanganan sinkop sinus karotikus meliputi pasien harus memakai pakaian kerah baju yang longgar dan belajar berpaling dengan memutar seluruh badan serta bukan dengan memutar kepala saja. Obat golongan atropine dan efedrin harus digunakan masing-masing pada pasien bradikardia, pemasangan pacemaker dapat dilakukan pada ventrikel kanan.

BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
1)      Insiden sinkop kardiak lebih kecil dari sinkop vasovagal, tapi angka kematiannya lebih tinggi dari sinkop kardiak.
2)      Penyebab sinkop kardiak dapat dibagi dua yaitu kelainan irama jantung dan kelainan struktur jantung.
3)      Diagnosis sinkop kardiak memang agak sulit karena belum ada pemeriksaan yang merupakan gold standar.
4)      Penatalaksanaan  pasien  dengan  sinkop  kardiak  terdiri  dari terapi farmakologi, pemasangan alat pacu jantung dan terapi bedah.

3.2  Saran
Diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab sinkop kardiak agar penatalaksanaan lebih optimal, sehingga angka kematian dapat diturunkan.